Aku pernah mencoba menjadi normal, hanya untuk melihat seperti apa rasanya. Dalam dua menit yang singkat itu, dunia seolah berhenti berputar, kehilangan warna dan keindahannya. Segala sesuatu terasa datar dan hampa, seperti lukisan tanpa jiwa, seperti musik tanpa nada.
Aku ingat betul momen itu, saat aku memutuskan untuk menyelubungi diri dalam norma-norma yang dikatakan oleh banyak orang sebagai ‘normal.’ Aku menanggalkan semua eksentrisitasku, meredam keunikan yang ada dalam diriku, dan berusaha menyesuaikan diri dengan keramaian. Dua menit yang terasa seperti dua abad, membentang tanpa akhir dalam keheningan yang menyesakkan.
Dalam percobaan singkat itu, aku melihat bayangan diriku yang tak lagi bercahaya. Senyumku hilang, tergantikan oleh kepalsuan yang tak bisa kuperankan dengan baik. Hatiku merintih, menolak untuk ditundukkan oleh ekspektasi yang bukan milikku. Dalam upayaku menjadi bagian dari ‘normal,’ aku kehilangan bagian dari diriku yang paling berharga.
Kehidupan ini, dengan segala keajaiban dan keunikan yang dibawanya, tak seharusnya dilihat dari kacamata keseragaman. Keindahan sejati terletak pada keberagaman, pada kemampuan kita untuk merayakan perbedaan dan menemukan kebahagiaan dalam keanehan kita sendiri. Dunia ini dipenuhi dengan warna-warni yang menakjubkan, yang hanya dapat dilihat jika kita berani melepaskan diri dari jerat ‘normal’ yang membelenggu.
Dalam pencarian akan identitas sejati, aku menemukan bahwa menjadi berbeda adalah anugerah, bukan kutukan. Dua menit menjadi normal adalah pelajaran berharga bahwa hidup yang dijalani dengan mengikuti arus, tanpa keunikan dan kejujuran pada diri sendiri, hanyalah hidup yang separuh. Hidup yang penuh dengan kebohongan dan kehampaan.
Aku memilih untuk merangkul keanehanku, untuk merayakan setiap sudut eksentrisku. Dalam setiap tawa yang tidak biasa, dalam setiap langkah yang tidak seragam, aku menemukan kebebasan yang sesungguhnya. Aku menemukan diriku yang sejati, yang berani menantang batas-batas norma dan menemukan keindahan dalam perbedaan.
Jadi, biarlah dunia ini menjadi tempat di mana kita semua bisa menjadi diri kita sendiri, tanpa takut dihakimi. Biarlah setiap individu menari mengikuti irama hatinya sendiri, menciptakan simfoni kehidupan yang unik dan tak tertandingi. Karena dalam keberanian untuk menjadi diri sendiri, kita menemukan kebahagiaan yang sejati dan kedamaian yang hakiki.
Dan dalam dua menit yang terbuang itu, aku belajar bahwa menjadi ‘normal’ bukanlah takdirku. Takdirku adalah menjadi diriku sendiri, dengan segala keanehan dan keindahanku. Dan itu adalah kehidupan yang layak untuk dijalani.