Munira News
  • News
    • Fusilat News
  • Politic
  • Opinion
  • Cross Cultural
  • Education
  • Fashion
  • Health
  • Destination
  • Global
  • Sponsor
No Result
View All Result
Munira News
  • News
    • Fusilat News
  • Politic
  • Opinion
  • Cross Cultural
  • Education
  • Fashion
  • Health
  • Destination
  • Global
  • Sponsor
No Result
View All Result
Munira News
No Result
View All Result
ADVERTISEMENT
Home Fiksi

EPOS PARA PENGUASA, SOPIR ANGKOT dan ULAT JATI

munira by munira
February 5, 2025
in Fiksi, Politic
0
Entung - Ulat Jati

Entung - Ulat Jati

Share on FacebookShare on Twitter

Di tanah air yang luas membentang, di bawah langit yang terik dan angin yang membawa debu sejarah, berdiri para penguasa dengan lidah berapi dan langkah penuh keangkuhan. Mereka, para menteri dan pemegang kuasa, bersuara lantang ketika rakyat menagih teladan.

Berlututlah Bahlil, sang menteri yang dulu mengendalikan roda angkot, kini duduk di singgasana kekuasaan. Ketika suara rakyat menggema, meminta mereka turun ke jalan, merasakan derita yang sama, Bahlil menyalak,

“Jangan ajari aku naik kendaraan umum! Aku dulu supir angkot!”

Oh, wahai Menteri, masa lalu itu telah berlalu, tak lagi jadi jubah kebanggaan. Yang dituntut bukan kenanganmu, melainkan langkahmu kini! Negeri ini terseok dalam kekeringan kas, uang rakyat terhisap oleh tumpukan pejabat, wamen, dan ahli yang menyesaki istana. Namun, kau tetap bertahan dalam istana emas, tak sudi menapaki jalanan rakyat jelata.

Lalu muncullah Dadan, sang Kepala Badan Gizi Negeri, dengan titah baru,

“Mari, kita jadikan ulat dan belalang sebagai hidangan bangsa!”

Tiba-tiba Budiman, yang dulu pejuang gagasan, mengangkat sendoknya tinggi,

“Dulu, di masa kecilku, entung jati adalah lauk kebanggaanku!”

Oh, Budiman, betapa luhurnya kata-katamu, namun betapa getir maknanya! Karena di tanah para petani, ulat dan belalang bukanlah hidangan pilihan, melainkan warisan keterpaksaan. Warisan dari penjajahan tanah mereka, dari kayu jati yang tak pernah menjadi milik mereka, dari hutan yang diambil asing, lalu dikunci oleh negara sendiri. Bagi mereka, ulat adalah sisa yang tersisa, belalang adalah kepingan harapan yang terbang dari ladang kering mereka.

Wahai para penguasa, ketahuilah! Tak ada rakyat yang dengan sukacita ingin kembali pada kepapaan. Kami tak ingin menyantap kemiskinan sebagai nostalgia. Aku sendiri, di tanah Batak yang keras, pernah mencari ulat di batang enau busuk, menangkap belalang dan capung untuk sekadar menahan lapar. Itu bukan kebanggaan, itu bukan kearifan. Itu adalah perlawanan terhadap kemiskinan yang terus diwariskan dari generasi ke generasi.

Jangan kau bungkus keterpaksaan kami dengan kata-kata manis! Jangan kau namai kemiskinan sebagai “kearifan lokal bidang pangan”! Karena sementara kami dipaksa kembali ke masa kelaparan, kalian, para pejabat, bersulang di meja makan yang penuh hidangan impor.

Wahai penguasa, bukalah matamu, karena rakyat tak ingin kembali ke zaman di mana mereka harus mencari makanan di batang kayu busuk dan tanah gersang. Kami ingin keadilan, bukan nostalgia kemiskinan!**

Share this:

  • Facebook
  • X
ADVERTISEMENT
Previous Post

Asap Dapur yang Padam

Next Post

Keberuntungan dalam Bisnis: Antara Takdir, Usaha, dan Kebijaksanaan

munira

munira

Related Posts

Agama Tuhan Itu Ringan: Angin yang Menyejukkan Hati

Agama Tuhan Itu Ringan: Angin yang Menyejukkan Hati

by munira
November 3, 2025
0

Agama sering kali terdengar berat. Kita melihatnya melalui kata-kata manusia: larangan yang menumpuk, hukum yang tak terhitung, dan dosa yang...

Saya Pasti Masuk Syurga

Saya Pasti Masuk Syurga

by munira
October 19, 2025
0

Saya ini bukan orang suci, tapi saya yakin seratus persen — bukan hanya yakin, haqul yaqin — saya pasti masuk...

Menapaki Tiga Tempat untuk Memahami Hidup

Menapaki Tiga Tempat untuk Memahami Hidup

by munira
October 13, 2025
0

Untuk benar-benar memahami apa itu hidup, kita harus mengunjungi tiga tempat: rumah sakit, penjara, dan pemakaman. Di rumah sakit, kita...

Ketika Emosional Membajak Rasional

Ketika Emosional Membajak Rasional

by munira
October 1, 2025
0

Manusia hidup dalam jejaring kompleks antara pengalaman, pengamatan, dan interaksi sosial. Keyakinan, baik agama maupun ideologi, jarang lahir dalam ruang...

Next Post
Keberuntungan dalam Bisnis: Antara Takdir, Usaha, dan Kebijaksanaan

Keberuntungan dalam Bisnis: Antara Takdir, Usaha, dan Kebijaksanaan

Kita Semua Penghuni Neraka

Kita Semua Penghuni Neraka

Trending News

JOKOWI DAPAT DIHUKUM MATI

JOKOWI DAPAT DIHUKUM MATI

August 24, 2024
Analisis Kemungkinan yang Terjadi pada Prabowo Subianto, Presiden Terpilih, dalam Konteks Hubungan dengan Jokowi

Analisis Kemungkinan yang Terjadi pada Prabowo Subianto, Presiden Terpilih, dalam Konteks Hubungan dengan Jokowi

July 6, 2024
Usia 70 Tahun Bukan Lanjut Usia – “Orang yang Beruntung”

Usia 70 Tahun Bukan Lanjut Usia – “Orang yang Beruntung”

June 30, 2024

Munira News

Munira
Cakrawala Dunia

Menu

  • About Us
  • ad
  • Home

Categories

  • Arts
  • Business
  • Crime
  • Cross Cultural
  • Destination
  • Education
  • Ekonomi
  • Environment
  • Fashion
  • Figure
  • Fiksi
  • Global
  • Health
  • Japan
  • Justice
  • News
  • Opinion
  • Politic
  • Science
  • Sponsor
  • Spritual
  • Technology
  • Uncategorized

Tags

Flap Barrier Swing Barrier

Recent Posts

  • Bunda Lucia Soetanto
  • Agama Tuhan Itu Ringan: Angin yang Menyejukkan Hati
  • News
  • Politic
  • Opinion
  • Cross Cultural
  • Education
  • Fashion
  • Health
  • Destination
  • Global
  • Sponsor

© 2023 Munira

No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Cross Cultural
  • Opinion
  • Politic
  • Global
  • Sponsor
  • Education
  • Fashion

© 2023 Munira