Dalam kesunyian pikiran, kita adalah gema dari lingkaran yang kita bangun, pantulan dari wajah-wajah yang kita izinkan hadir dalam keseharian. Cahaya tidak pernah memilih untuk bersinar sendiri, ia membutuhkan prisma agar bisa membiaskan keindahan. Maka, manusia pun demikian—kita tumbuh dari akar-akar yang kita jejaki, dari udara yang kita hirup, dari hati yang kita biarkan bertaut.
Lihatlah, dunia ini seperti cermin yang tidak pernah dusta. Ia memantulkan wajah kita dalam rupa mereka yang mengelilingi. You become surround you who became with—kau menjadi seperti mereka yang mendekapmu dalam lingkarannya. Apakah mereka membawa embusan angin yang segar? Ataukah mereka mengikat kaki dengan rantai yang tak kasat mata?
Hidup bukan sekadar keberadaan, ia adalah perjalanan menuju kejernihan diri. Surround yourself with people who elevate you! Dekap mereka yang membawa matahari dalam genggamannya, mereka yang merajut kata-kata menjadi jembatan menuju kebijaksanaan, mereka yang langkahnya penuh cahaya meski tapaknya melewati kelam.
Sebagaimana sungai yang mencari laut, jiwa pun mencari pantai-pantai pemahaman. Tidak semua yang berjalan di sisimu adalah sahabat dalam kebenaran. Ada yang hanya bayang-bayang, ada yang serupa beban. Tetapi ada pula yang menjadi tiang-tiang cahaya, menerangi jalan tanpa meminta balas.
Maka, pilihlah lingkaranmu sebagaimana seorang pelaut memilih bintang untuk berlayar. Kelilingi dirimu dengan mereka yang mengangkatmu lebih tinggi, bukan mereka yang meredupkan nyala dalam jiwamu. Sebab hidup adalah perjalanan, dan kapal yang baik membutuhkan angin yang membawa ke arah yang benar.
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an: “Jika mereka termasuk golongan kalian, maka mereka adalah bagian dari kalian.” (QS. At-Taubah: 71) fahuwa minkum.
Jadilah cahaya di antara cahaya, dan izinkan lingkaranmu menjadi peta menuju kebesaran.