By : Ali Syarief
Di dalam keheningan sebelum fajar, saat dunia masih diselimuti pelukan lembut malam, ada perasaan ketenangan yang mendalam. Pada saat yang magis ini, jiwa terbangun, dipanggil oleh bisikan lembut dari hakikat sejatinya. Seperti sehelai kertas putih yang bersih, belum tersentuh oleh noda waktu, ruh manusia mendambakan untuk kembali kepada keaslian murninya—untuk menemukan kembali fitrahnya.
Idul Fitri, atau Lebaran, mengandung janji pembaruan, untuk kembali kepada keadaan dasar yang suci dan anggun. Ketika bulan sabit menemani langit malam, menyinari dunia dengan cahaya peraknya, itu menjadi pengingat akan siklus abadi kehidupan, kematian, dan kelahiran kembali.
Di dalam hati setiap penganut, ada kerinduan untuk melepaskan beban masa lalu, untuk melemparkan rantai dari ikatan duniawi, dan untuk merasakan kehangatan terang kasih ilahi. Idul Fitri adalah puncak dari perjalanan spiritual ini—sebuah momen transcendensi di mana jiwa menemukan kedamaian dalam dekapan Sang Pencipta.
Seperti fajar yang menyingsing di ufuk, Idul Fitri membawa berkah baru—kesempatan untuk memulai kembali, tanpa beban dosa dan penyesalan. Ini adalah saat untuk memaafkan, melepaskan dendam dan kebencian, dan merangkul kasih tak terbatas dari Allah.
Saat umat beribadah dan berdoa bersama, hati mereka berdegup seirama, berdenyut dengan irama penciptaan. Di dalam momen suci ini, mereka diingatkan akan nilai hakiki, tujuan ilahi, dan koneksi intrinsik mereka dengan alam semesta.
Idul Fitri adalah perayaan dari semangat manusia—kemenangan terang atas kegelapan, harapan atas keputusasaan, dan cinta atas ketakutan. Ini adalah bukti dari ketegaran jiwa manusia, yang, seperti burung Phoenix yang bangkit dari abu, mampu melewati batasan dunia material dan naik ke ranah ilahi.
Di dalam kesucian momen ini, saat matahari semakin tinggi di langit dan dunia terbangun ke sebuah hari baru, mari kita ingat kembali makna sejati Idul Fitri. Marilah kita berusaha untuk kembali kepada fitrah kita—untuk menemukan kembali kesucian, keindahan, dan keanggunan yang terpendam di dalam kita, menunggu untuk dibangunkan oleh sentuhan lembut dari kasih ilahi.
Saat kita berkumpul dengan orang-orang terkasih, berbagi tawa dan sukacita, mari kita ingat bahwa Idul Fitri bukan hanya perayaan akhir Ramadan, tetapi perayaan dari semangat manusia—bukti dari kapasitas kita untuk bertransformasi, memperbarui, dan bertranscendensi. Jadi, mari kita sambut momen suci ini dengan hati yang terbuka dan pikiran yang lapang, dan mari kita bersukacita dalam keindahan kemanusiaan kita yang bersama.