“Yang lebih berbahaya dari segalanya adalah kesombongan,” serupa angin malam yang merayap tanpa jejak, menghembuskan kilat keangkuhan pada hati yang hampa. Ia seperti ilusi keabadian dalam kegelapan, menggoda manusia dengan janji-janji palsu kebesaran diri sendiri.
Di antara gemerlap bintang dan kegelapan, kesombongan tumbuh bak pohon angker yang mengakar dalam-dalam, merenggut kerendahan hati dan persaudaraan. Ia mempesona dengan kepalsuan, mengubah batin yang tegar menjadi kian rapuh di bawah gemuruh ketidaktahuan.
Dalam cahaya mentari pun, kesombongan mengintip di balik bayangan, membingkai diri dalam kelebihan tanpa batas. Ia membalut diri dengan tirai tipuan, menyesatkan langkah yang seharusnya menuju kedamaian, membawa luka yang terpendam di tengah tawa palsu.
Kesombongan, sosok yang menghipnotis dengan kemegahannya, menjelma menjadi monster tak berwajah yang menghancurkan batasan-batasan persaudaraan. Ia menari-nari dalam angan, memanfaatkan ketidakpedulian untuk mengobarkan api permusuhan.
Namun, di antara kabut keangkuhan yang membutakan, ada sinar harapan yang bersinar dari sudut hati yang tulus. Ia menawarkan pelajaran berharga tentang rendah hati dan kesederhanaan, tentang kebijaksanaan dalam bertindak, dan tentang kehangatan dalam persatuan.
Kesombongan mungkin merayap di antara kehidupan, tetapi hanya dengan kerendahan hati dan kebijaksanaan yang mendalam, manusia dapat mengatasi bahaya yang mengancam, menjaga kedamaian di dalam dan luar, dan menghantarkan cahaya kegelapan yang menyelinap.