Oleh M Yamin Nasution – Pemerhati Hukum
Suatu hukum yang tidak dapat dipatuhi atau tidak dapat ditindaklanjuti oleh seseorang adalah tidak berlaku (hukum gagal): dan tidak mungkin untuk mematuhi hukum yang kontradiksi, atau bertindak berdasarkan kontradiksi tersebut – C.J. Vaughan, Thomas vc. Sorrel, 1677 dalam Lon L. Fuller
Mungkin ungkapan ahli hukum diatas adalah gambaran yang menyebabkan bangsa Indonesia tak pernah dapat menjadi Bangsa lebih baik dan bermartabat. Bagaimana tidak, hukum secara sosiologis akan membentuk sifat manusianya, bila hukum itu baik dan sejalan dengan subjeknyanya maka akan menjadikan manusia yang baik pula, Simon, Ahli sosiologi Jerman mengatakan : hukum seperti tembok. Bila disuatu jalan umum didirikan sebuah tembok, maka setiap orang yang sebelumnya dapat melintasi jalan tersebut, setelah di bangun tembok setiap orang yang melintas harus berputar mencari jalan lain, dan jalan lain yang dilintasi akan menjadi kebiasaan baru, demikianlah sifat hukum bekerja didalam jiwa manusia.
Istilah yang kami ungkapkan atas kekecewaan dari ketidaktaatan terhadap kesepakatan sistem hukum tertinggi, dan contoh buruk bagi generasi bangsa dalam bernegara, jauh sebelum media lain menuliskan,
baca: https://fusilatnews.com/cawapres-lahir-dari-anak-haram-system-hukum/
PASAL 7A KOPIPAS DARI AMERIKA
Pasal 7A UUD-NRI 1945 berbunyi :
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Pasal diatas adalah salah satu aturan hukum langit dalam bernegara, yang hingga kini tak seorangpun dapat memahami dari mana asal usul Pasal, bagaimana batasan-batasan tentang apa yang dimaksud dengan; pelanggaran penghianatan terhadap negara, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela.
Artikel sebelumnya https://fusilatnews.com/jokowi-dapat-dihukum-mati/ penulis memiliki argumentasi hukum yang kuat berkaitan dengan ketentuan pengaturan yang terdapat pada Pasal, mengingat Pasal ini adalah KOPIPAS dari aturan hukum Amerika Serikat.
Sidang pemakzulan pertama kali di lalakukan di Shrewsbury, Inggris 30 Septtember 12, ketika David dituduh melakukan penghiatan, 1376-1450 pada masa pemerintahan Edward III, House of Common bertindak sebagai penuntut , dan melakukan pada orang-orang (pejabat pemerintahan) telah melakukan kejahatan tingkat tinggi, pelanggaran ringan (high crime and Misdeminors), terhadap negara, tindakan yang mendasari pemakzulan melibatkan pelanggaran publik yang merupakan penyalahgunaan wewenang jabatan publik. Namun istilah pemakzulan sendiri disebutkan pertama kali oleh Josiah Quincy dan John Adams. Pemakzulan juga dilakukan di AS, pemakzulan yang didasarkan pada perilaku pejabat publik. Kejahatan tingkat tinggi dan pelanggaran ringan adalah pelanggaran yang timbul dari penyalahgunaan atau pelanggaran terhadap kepercayaan publik, yang dimana kerugiannya terjadi bagi masyarakat itu sendiri (H. Lowell Brown, 2010).
Pasal 2 Ayat (4) berbunyi :
Presiden, Wakil Presiden, dan semua Pejabat Sipil Amerika Serikat, akan diberhentikan dari Jabatan Pemakzulan dan Hukuman atas Pengkhianatan, penyuapan, atau Kejahatan Pelanggaran Berat lainnya “The President, Vice President and all civil Officers of the United State, shall be removed from Office on Impeachment for, and Conviction of, Treason, Bribery, or other high Crimes and Misdemeanors”.
Sejak ratifikasi UUD AS 1789, DPR AS memakzulkan sembilan pejabat publiknya termasuk tiga Presiden, dan Richard Nixon mengundurkan diri sebelum di Makzulkan. Pemakzulan hanya dapat dilakukan berkaitan dengan Aktifitas selama masa jabatan seseorang dan kaitannya dengan tanggung jawab resmi jabatan, misalnya menutup-nutupi suatu kejahatan baik sebelum menjabat maupun saat menjabat. Namun batasan tentang kejahatan tingkat berat dan ringan yang dimaksud tidak begitu jelas, sehinggadi khawatirkan dapat menjadi senjata politik, Alexander Hamilton menjelaskan :
Pengadilan yang di bentuk dengan baik untuk mengadili pemakzulan merupakan suatu hal yang diinginkan dan sulit diperoleh dalam pemerintahan yang sepenuhnya bersifat elektif. Subyek yuridiksinya adalah pelanggaran-pelanggaran yang timbul dari perbuatan tercela masyarakat, atau dengan kata lain penyalahgunaan atau pelanggaran terhadap sebagian kepercayaan pubik. Hal tersebut bersifat politis, karena, karena hal-hal tersebut terutama hubungannya dengan kerugian yang langsung menimpa masyarakat itu sendiri. Hal termasuk pelanggaran sumpah jabatan. Termasuk aturan pengaturan 2/3 yang terdapat pada Pasal 7B Ayat (3) UUD-NRI 1945 adalah pengaturan dari AS (Daniel P. Franklin, Stanley M. Caress, Robert M. Sanders, Cole D. Taratoot, 2020).
KOPIPAS yang dilakukan oleh para Ahli Tatanegara dikutip secara tidak utuh, sehingga hanya membawa kerusakan Rakyat, dan ini adalah perbuatan hina yang sangat memalukan bagi generasi muda. Benar apa yang disebutkan Faizal Assegaf dimedia akhir-akhir ini para ahli hukum tak lebih dari Makelar Pasal, mereka mempermudah untuk urusan kekuasaan, namun mempersulit untuk urusan rakyat, kesembongan titel telah menunjukkan bahwa mereka bodoh, tak memahami secara utuh namun dibawa ke negara, dan di pakai dinegara, Indonesia tidak punya hukum, melainkan hokum alias omong kosong.