Narendra Modi, Perdana Menteri India, telah menjadi tokoh kontroversial sejak masa kepemimpinannya sebagai Ketua Menteri Gujarat hingga jabatannya sebagai kepala pemerintahan negara demokrasi terbesar di dunia. Kritik terhadap Modi, khususnya terkait pandangan dan kebijakannya yang dianggap anti-Islam, telah mengemuka baik di dalam negeri maupun di panggung internasional. Dalam esai ini, kita akan menguraikan beberapa faktor dan peristiwa yang berkontribusi pada pandangan bahwa Modi dikenal sebagai anti-Islam.
Riwayat Gujarat 2002
Salah satu momen paling gelap dalam karier Modi yang terus mempengaruhi reputasinya adalah kerusuhan Gujarat 2002. Pada saat itu, Modi menjabat sebagai Ketua Menteri Gujarat. Kekerasan yang berlangsung selama tiga bulan tersebut mengakibatkan tewasnya lebih dari 1.000 orang, kebanyakan dari mereka adalah Muslim. Kritik terhadap Modi muncul karena dianggap gagal mengambil tindakan tegas untuk menghentikan kekerasan, dan bahkan dituduh memberikan restu kepada kelompok-kelompok Hindu radikal. Meski Modi telah berkali-kali membantah tuduhan ini dan pengadilan telah membebaskannya dari kesalahan, peristiwa tersebut tetap membayangi karier politiknya.
Sejak menjadi Perdana Menteri pada 2014, Modi dan partainya, Bharatiya Janata Party (BJP), yang berideologi Hindu nasionalis, telah mengeluarkan berbagai kebijakan yang dianggap mendiskriminasi umat Islam. Salah satu kebijakan yang paling kontroversial adalah Undang-Undang Amandemen Kewarganegaraan (CAA) yang disahkan pada Desember 2019. CAA memberikan jalur cepat untuk kewarganegaraan India bagi imigran non-Muslim dari negara-negara tetangga seperti Pakistan, Bangladesh, dan Afghanistan. Banyak yang melihat undang-undang ini sebagai upaya sistematis untuk mendiskriminasi umat Islam, karena menargetkan komunitas ini dengan tidak memberikan mereka perlindungan yang sama.
Nasionalisme Hindu dan Polaritas Sosial
Modi dan BJP sering kali menggunakan retorika nasionalisme Hindu yang kuat dalam kampanye politik mereka. Hal ini semakin memperdalam polarisasi sosial dan memperkuat sentimen anti-Muslim di kalangan pendukung mereka. Ucapan-ucapan yang mendiskreditkan komunitas Muslim sering kali tidak dihukum, dan dalam beberapa kasus, didukung oleh tokoh-tokoh partai. Politisasi identitas agama ini menimbulkan ketegangan dan kekhawatiran di kalangan minoritas Muslim.
Pemberantasan Organisasi Muslim
Pemerintahan Modi juga telah mengambil langkah-langkah tegas terhadap organisasi-organisasi Muslim, yang dituduh terlibat dalam kegiatan terorisme atau aktivitas anti-nasional. Sementara pemerintah beralasan bahwa tindakan ini dilakukan untuk menjaga keamanan nasional, banyak yang melihatnya sebagai upaya untuk membungkam suara-suara kritis dari komunitas Muslim dan mengontrol ekspresi politik mereka.
Respons Internasional
Pandangan bahwa Modi adalah anti-Islam tidak hanya dipegang oleh banyak orang di India, tetapi juga mendapat perhatian internasional. Beberapa organisasi hak asasi manusia dan pemerintah asing telah menyuarakan keprihatinan tentang kondisi hak asasi manusia di India di bawah pemerintahan Modi, khususnya terkait perlakuan terhadap umat Islam. Beberapa negara bahkan telah melarang Modi masuk sebelum ia menjadi Perdana Menteri, sebagai tanggapan terhadap perannya dalam kerusuhan Gujarat 2002.
Kesimpulan
Narendra Modi dikenal sebagai tokoh yang kontroversial, dan pandangan bahwa ia adalah anti-Islam didasarkan pada berbagai peristiwa dan kebijakan selama masa kepemimpinannya. Kerusuhan Gujarat 2002, kebijakan diskriminatif seperti CAA, retorika nasionalisme Hindu, dan tindakan keras terhadap organisasi Muslim semuanya berkontribusi pada persepsi ini. Meskipun Modi telah berusaha untuk membangun citra sebagai pemimpin semua rakyat India, kritik terhadap pendekatannya terhadap umat Islam tetap menjadi isu penting yang mempengaruhi reputasinya di dalam dan luar negeri.