Damai Hari Lubis-Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212
Peringatan keras terakhir telah diberikan kepada Hasyim Ashari sebanyak dua kali oleh DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu), yang memiliki kewenangan dalam penanganan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
Pertama, dalam kasus yang melibatkan hubungan dewasa dengan Hasnaeni, seorang figur yang dikenal sebagai “wanita emas”. Kasus ini tertuang dalam nomor 35-PKE-DKPP/II/2023 dan 39-PKE-DKPP/II/2023. Dalam kasus ini, Hasyim Ashari, selaku anggota KPU, bersama Hasnaeni melakukan perjalanan pribadi ke Jogjakarta pada tanggal 18 Agustus 2022, menggunakan pesawat Citylink. Hal ini terjadi meskipun pada tanggal 18-20 Agustus 2022, Hasyim memiliki agenda resmi sebagai Ketua KPU RI. Perjalanan tersebut diduga berujung pada hubungan yang tidak pantas. Namun, Hasnaeni, yang pada saat itu sudah ditahan di Rutan atas tuduhan korupsi, kemudian mencabut pernyataannya terkait hubungan tersebut, yang dugaannya mencakup gratifikasi seks untuk mempengaruhi investigasi administrasi partai politik yang didirikannya, yaitu Partai Republik Satu.
DKPP telah memberikan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim dalam kasus ini.
Kedua, dalam kasus yang melibatkan tindakan anggota KPU yang membiarkan Gibran Rakabuming Raka mengikuti tahapan Pilpres 2024, yang dianggap oleh pengadu telah melanggar prinsip kepastian hukum.
Putusan dalam perkara ini merujuk pada empat nomor perkara yang diajukan oleh pihak-pihak terkait, yaitu:
1.Demas Brian Wicaksono (perkara nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023).
2. Iman Munandar B. (perkara nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023),
3. P.H. Hariyanto (perkara nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023),
4. Rumondang Damanik (perkara nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023).
Putusan kedua dari DKPP yang juga memberikan peringatan keras untuk yang terakhir kepada Hasyim Ashari membuat publik bingung karena terdapat dua peringatan keras yang terakhir. Ini mengundang pertanyaan tentang makna sebenarnya dari peringatan keras untuk yang terakhir yang dijatuhkan oleh DKPP.
Eksekusi terhadap Hasyim Ashari akan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh DKPP. Biasanya, eksekusi dilakukan setelah putusan diberikan dan tidak jarang dilakukan dengan segera.
Sementara itu, terkait sanksi terhadap Gibran Rakabumi Raka, sebagai subjek dari objek pelanggaran, belum jelas. Meskipun terlibat dalam kasus pelanggaran prinsip kepastian hukum, Gibran tetap maju sebagai calon wakil presiden pasangan Capres 02 (Prabowo Subianto). Keputusan terkait sanksinya mungkin akan ditentukan oleh otoritas yang berwenang setelah pemeriksaan lebih lanjut atas kasus tersebut.
Kekuatan hukum di lembaga KPU yang tidak selaras dengan prinsip kepastian hukum menunjukkan perlunya reformasi dalam sistem hukum di Indonesia. Semua ini menjadi bukti bahwa sistem hukum di Indonesia memerlukan perubahan, seperti yang menjadi salah satu fokus dari tekad pasangan Capres-Cawapres nomor urut 01.
Meskipun demikian, peristiwa dualisme hukum yang melibatkan pasangan nomor urut 02, khususnya Gibran, menunjukkan berbagai kejanggalan dalam penerapan hukum. Kasus yang dimulai dari usia Gibran yang belum mencapai 40 tahun, yang seharusnya menjadi syarat bagi seorang calon wakil presiden, namun Gibran tetap lolos dengan bantuan dari sang paman yang menjabat sebagai Ketua MK. Meskipun sang paman akhirnya dipecat dari jabatannya sebagai dampak dari keputusan yang kontroversial tersebut, keputusan tersebut tidak memiliki efek yang signifikan pada status hukum Gibran. Meskipun keputusan hukum tersebut dibatalkan oleh sistem hukum, hal ini tidak memiliki konsekuensi hukum yang nyata bagi Gibran.
Ketidaksetaraan dalam penerapan hukum dan pelaksanaan sanksi dapat menjadi sumber ketidakpuasan dan konflik di masyarakat. Kasus seperti partisipasi Gibran dalam Pilpres 2024 meskipun seharusnya dibatalkan menurut perspektif hukum, bisa menciptakan kekecewaan dan ketidakpercayaan terhadap sistem hukum. Hal ini bisa memicu reaksi yang kuat dari masyarakat, termasuk kemungkinan terjadinya gejolak atau kekacauan pasca pemilu. Oleh karena itu, penting bagi lembaga-lembaga terkait untuk mengatasi ketidakadilan hukum dan memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan adil dan transparan guna menjaga stabilitas dan keamanan negara.