Jakarta-Muniranews.— Hal yang tidak biasa dilakukan, atau mungkin adalah pelanggaran APBN, yaitu apa yang disebut dengan istilah automatic adjustment. Sementara setiap kali ada perubahan anggaran dalam UU APBN, sudah ada mekanisme, yaitu APBN Perubahan, yang terlelbih dahulu harus dibicarakan di DPR RI dan mendapat approval.
Kali ini Pemerintah telah melakukan pemblokiran anggaran belanja kementerian/lembaga sebesar Rp 50,14 triliun di tahun ini. Pemblokiran itu dilakukan melalui kebijakan automatic adjustment, yakni mengalihkan sejumlah anggaran belanja di kementerian/lembaga yang tidak prioritas ke prioritas.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan dana yang terkumpul dari kebijakan automatic adjustment akan digunakan untuk mempertebal anggaran bantuan sosial (bansos) dan subsidi pupuk.
“Nanti itu (anggaran bansos Rp 600 ribu dan subsidi pupuk) tekniknya ada macam-macam cara. Bu Sri Mulyani akan menyelesaikan, salah satunya automatic adjustment,” kata Airlangga kepada awak media di kantornya, Senin (5/2).
Anggaran untuk subsidi pupuk, kata Ketum Partai Golkar ini, juga perlu ditambah karena Indonesia sudah memasuki musim tanam.
“Kemarin dengan dana yang ada Rp 26 triliun itu hanya mencakup 5,7 juta petani dan kita harus menambah 2,5 juta petani dan subsidi pupuk tidak boleh lambat. Sehingga Bapak Presiden Jokowi sepakat untuk menyetujui ditambahkan subsidi Rp 14 triliun,” ungkapnya.
Kebijakan tentang pemblokiran anggaran tertuang dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-1082/MK.02/2023 tentang Automatic Adjustment Belanja Kementerian/Lembaga TA 2024. Sehingga, masing-masing K/L mesti menyisihkan 5 persen dari total anggaran untuk dialihkan.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Deni Surjantoro membenarkan hal itu. Menurutnya, kebijakan automatic adjustment dilakukan untuk mengantisipasi kondisi yang terjadi di tahun ini.
“Sesuai arahan Presiden saat penyerahan DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) tentang automatic adjustment tahun 2024, saat ini kondisi geopolitik global yang dinamis berpotensi mempengaruhi perekonomian dunia, sehingga perlu diantisipasi potensi atau kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi di tahun 2024,” ujar Deni dalam keterangannya, Jumat (2/2).
Dia meneruskan, pemerintah juga pernah melakukan kebijakan automatic adjustment tersebut di tahun 2022 dan 2024. Deni memastikan, kementerian/lembaga yang terkena kebijakan pemblokiran atau automatic adjustment, anggarannya akan tetap berada di kementerian/lembaga tersebut.
“Pada dasarnya, anggaran yang terkena automatic adjustment masih tetap berada di kementerian/lembaga,” jelasnya.
Utak-atik Anggaran Demi Bansos
Memasuki tahun pemilu, kebijakan populis seperti bansos menjadi perhatian masyarakat. Tahun ini, pemerintah menganggarkan total bansos Rp 496 triliun atau naik Rp 20 triliun dari anggaran 2023 sebesar Rp 476 triliun.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menebar bantuan langsung tunai (BLT), yang merupakan bagian dari bansos, sebesar Rp 11,25 triliun untuk 18 juta keluarga penerima manfaat (KPM) untuk periode Januari-Maret 2024, dan akan dicairkan bulan Februari. Bantuan itu diberikan untuk memitigasi risiko pangan.
Adapun dalam sebulan, pemerintah akan menyalurkan BLT senilai Rp 200 ribu. Artinya setiap KPM akan mendapatkan total bantuan senilai Rp 600 ribu.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengaku belum tahu anggaran BLT itu akan diambil dari pos mana. Dia mengaku, Kemenkeu masih sibuk mengutak-atik anggaran, mencari pos yang bisa direalokasi.
“Tentunya kita akan carikan (pos mana yang bisa direalokasi) dan itu APBN-nya akan tetap bisa fleksibel,” kata Febrio di Kantor Kementerian Koordinasi Perekonomian, Senin (29/1).