Oleh M Yamin Nasution-Pemerhati Hukum
Tulisan ini Adalah seruan moral dan nasehat bagi Presiden Jokowi untuk menjunjung tinggi kehati-hatian (sikap moral) sebagai Presiden agar tidak ada anggapan bahwa Presiden Jawa telah semena-mena dan membawa sengsara rakyat Indonesia, tidak untuk memecah belah.
Pintu gerbang kemerdekaan telah dibuka dan rakyat di antar kesana sejak tujuh puluh delapan tahun silam, artinya secara politik telah merdeka. Melalui kemandirian politik tersebut diwajibkan setiap Presiden terpilih dapat membebaskan rakyat dapat dari penjajahan ekonomi, Asing, inilah amanah para pejuang.
Faktanya, selama tujuh puluh delapan tahun merdeka harapan yang tercatat pada sila kelima dasar negara, tak lebih dari sekedar kata-kata sensasional sekaligus irasional.
Negara bersatu atas sikap ikhlas, keinginan merasakan kebahagian yang sama untuk seluruh masyarakat, termasuk masyarakat wilyah jawa yang minim akan kekayaan alam dan lama dijajah oleh Kolonial. Rasa itu kahir dari sikap hikmah dan bijaksana para raja dan tokoh bangsa-bangsa yang ada sebelum kemerdekaan.
Tujuh puluh delapan tahun Indonesia merdeka, Presiden silih berganti, semua mereka lahir dari turunan Kerajaan Jawa, tak satupun dari mereka yang membawa kebajikan bagi seluruh rakyat. Bumi Papua dan Timur Indonesia, Kalimantan, Sumatera, Kerajaan Pasundan, dll yang kaya di jatah oleh Pusat sesuka hati dengan dasar hukum yang dibuat tanpa pelibatan maksimal.
M Yamin dalam (Risalah Sidang BPUPKI) mengatakan; Indonesia telah bubar dan berdiri kembali untuk yang ketiga kalinya, sebelumnya Majapahit dan Sriwijaja.
Artinya negara dapat bubar bila kesepakatan dan cita-cita awal tidak di penuhi oleh Presiden yang terpilih.
Akhir-akhir ini Presiden telah menunjukkan sikap yang tak terpuji, tanpa rasa malu membuat aturan sesukanya, termasuk tidak memperlihatkan sikap netralitas menjelang Pemilu 2024.
Tujuan hukum secara umum adalah keadilan, bila banyak yang tidak peduli hukum maka pintu ketidakadilan terbuka luas, hingga suatu hari ketidakadilan menghampiri dirinya, termasuk ketidakadilan itu dapat dialami Presiden atau anak cucunya kelak.
Ancaman beberapa Bangsa Merdeka (disintegrasi) diluar pulau jawa yang disampaikan oleh Pemuda ICMI tidak menjadi bahan renungan dan kontemplasi bagi Jokowi.
Demikian juga perdebatan publik, kritik, rakyat saling maki, saling hardik, kemiskinan, dan rakyat mati kelaparan, tak mampu menimbulkan kesadaran bagi Jokowi untuk menyatakan “Saya harus bersikap Adil, dan harus bijaksana”.