Apakah hasil polling yang secara konsisten menguntungkan Capres 01 dari beberapa tim surveyor (SurePay) benar-benar mencerminkan realitas dari survei tersebut, ataukah hanya merupakan hasil manipulasi atau konspirasi oleh pihak-pihak yang memesan jasa survei kepada tim SurePay? Apakah survei tersebut menggunakan pendekatan matematika yang sederhana, hanya berdasarkan pada akumulasi perolehan suara antara Jokowi dan Prabowo pada Pilpres tahun 2019? Hal ini menjadi pertanyaan karena sejak awal, hasil survei dari beberapa tim SurePay cenderung menguntungkan Capres 01, sementara perolehan suara Capres 02 sering kali mengalami peningkatan. Sedangkan polling terhadap Capres 01 dan 03 cenderung stagnan atau mengalami fluktuasi.
Meskipun demikian, di lapangan, di setiap kota, kabupaten, dan provinsi di Tanah Air, mayoritas lokasi kampanye para kontestan, massa yang mendukung pasangan AMIN tampaknya lebih besar dibandingkan massa kampanye pasangan 02 dan 03. Hal ini menunjukkan adanya tanda-tanda nyata antusiasme publik yang lebih tinggi untuk bertemu atau mendengarkan orasi dari Anies Baswedan, dan bersama-sama menuju perubahan yang lebih banyak, atau bahkan meninggalkan sistem ekonomi-politik-hukum di bawah kepemimpinan ala Jokowi.
Namun, pada kenyataannya nanti, apakah tim survey yang menggunakan pendekatan matematis sederhana, dengan hasil polling yang terkesan tidak akurat, akan tetap bersikeras menyampaikan hasil polling yang meragukan sebelum H-1 pemilu presiden pada 14 Februari 2024? Meski prosentase hasil surveinya menunjukkan pasangan 02 akan menang dalam satu putaran.
Meskipun demikian, estimasi dari beberapa tim surveyor SurePay menggunakan asumsi berdasarkan hasil perolehan suara pasangan 02 (Jokowi plus Prabowo) pada Pemilu Presiden 2019, dengan masing-masing mencapai 53% dan 47%, sehingga prediksi akumulatifnya keliru (Logical Fallacy) menjadi 100%.
Namun, karena pada Pemilu Presiden 2024 terdapat 3 calon presiden, sehingga pasangan Capres 02 diperkirakan mendapatkan 60% atau 70% dari jumlah suara pemilih, dengan asumsi bahwa kedua calon presiden lainnya (01 & 03) akan memperoleh sisa suara dari 02, sekitar 30% sampai 40%. Oleh karena itu, beberapa tim SurePay telah mengumumkan bahwa pasangan Capres-Cawapres 02 mendapatkan polling sebesar 60%. Namun, hal ini terlihat tidak relevan dengan hasil perolehan sebenarnya.
Pertanyaan yang sulit untuk dijawab dengan logika politik adalah ke mana suara dari konstituen “wong cilik” PDIP & PPP akan menuju, dan di mana suara dari simpatisan Partai Koalisi 01, NASDEM, PKS & Partai PKB, termasuk partai Ummat, beserta suara kelompok pergerakan Muslim 212 dan para pendukungnya di seluruh Tanah Air yang umumnya mendukung Anies Baswedan. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana tim SurePay bisa membuat hasil polling yang menyesatkan dengan tujuan memperdaya publik.
Di sisi lain, dalam logika politik yang cerdas, jika kita mempertimbangkan secara komparatif dengan pengaruh media sosial yang kuat, Prabowo dengan segala kontroversi dan track record-nya terkait kasus penculikan pada tahun 1997 – 1998 yang membuatnya diberhentikan dari dinas militer (TNI), dapat dianggap sebagai sosok yang labil (emosional). Ditambah lagi dengan informasi dari video YouTube yang menunjukkan kondisi fisiknya yang memprihatinkan, ditambah lagi dengan pasangannya, Gibran Bin Joko Widodo, yang terbukti menjadi cawapres karena nepotisme dari pamannya, Anwar Usman, yang kemudian dipecat dari jabatannya sebagai ketua MK dan sebagai hakim oleh MKMK.
Dengan perkembangan zaman yang semakin digital, informasi tentang latar belakang Prabowo dan Gibran sebagai cawapres sudah tersebar luas di publik. Oleh karena itu, mencapai 60% suara atau bahkan menang dalam satu putaran oleh pasangan Capres 02 sudah terasa mustahil dan absurd.