Kebahagiaan, dalam esensinya, adalah sebuah keajaiban yang hidup dalam setiap hati manusia, seperti percikan sinar matahari yang menyentuh permukaan bumi. Ketika seseorang merasakan bahagia, perasaan itu menyeruak hangat, memenuhi ruang jiwa dan membuatnya lebih ringan, lebih hidup. Namun, yang sering terlupakan adalah bahwa kebahagiaan tidak seperti harta yang perlu disimpan sendiri. Justru, kebahagiaan memiliki sifat unik—ia bertambah ketika kita membagikannya kepada orang lain.
Dalam kehidupan yang penuh dinamika, ada kekuatan yang ajaib ketika kita membuat orang lain tersenyum atau merasa damai. Ketika kita memberi kebahagiaan kepada orang lain, entah dengan seulas senyum, bantuan kecil, atau bahkan kata-kata yang menenangkan, kita sedang menanam benih cinta kasih di hati mereka. Dalam proses ini, ada resonansi tak terlihat yang kembali pada kita, menghadirkan kebahagiaan yang jauh lebih besar dari yang kita duga.
Kebahagiaan itu ibarat api lilin—tidak akan berkurang dengan menyulut lilin lainnya. Bahkan, semakin banyak lilin yang dinyalakan, semakin terang pula ruangan yang ditempati. Demikian juga, ketika kita menyalakan kebahagiaan di hati orang lain, kebahagiaan itu tidak hanya menyinari mereka, tetapi juga diri kita sendiri. Mungkin itulah sebabnya dalam setiap ajaran spiritual, konsep memberi dan berbagi selalu ditekankan. Seolah-olah, alam semesta ingin mengajarkan kepada kita bahwa kebahagiaan hanya akan penuh maknanya ketika ia dibagikan.
Bayangkan seorang yang dengan tulus menyapa orang-orang di sekitarnya, menghadirkan ketenangan bagi yang tengah gelisah, atau sekadar mendengarkan cerita mereka yang butuh didengar. Kebahagiaan yang ia ciptakan dalam diri orang lain akan berpendar kembali, seperti gema yang memantul dalam lembah. Begitu juga dengan kita, saat kita dengan ikhlas berbagi sedikit kebahagiaan, kita sedang menciptakan gelombang positif yang akan kembali menggetarkan hati kita.
Kebahagiaan itu sejatinya adalah sebuah lingkaran, yang memerlukan kedua sisi—memberi dan menerima. Ketika kita hanya ingin memilikinya sendiri, kebahagiaan menjadi kaku, tak fleksibel, dan cepat sirna. Sebaliknya, saat kita membagikannya, kita turut menciptakan jalinan kebahagiaan yang tiada putus. Semakin banyak orang yang terlibat, semakin kuat dan bertahan lama pula rasa bahagia tersebut.
Oleh karena itu, mungkin saat kita merasakan bahagia, sejenak berpikirlah, *siapa yang dapat kubuat bahagia hari ini?* Mungkin dengan satu tindakan sederhana, satu kalimat kecil, atau bahkan kehadiran kita yang tulus. Dalam tindakan itu, kita tidak hanya membahagiakan orang lain tetapi juga menyuburkan kebahagiaan yang kita miliki. Sebab, kebahagiaan yang sesungguhnya bukanlah tentang apa yang kita terima, melainkan tentang apa yang kita berikan.
Dan pada akhirnya, ketika kita berbagi kebahagiaan, kita menjadi bagian dari lingkaran yang lebih besar, menjadi manusia yang tak hanya hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk seluruh semesta.