“Mohon Maaf – Saya Sedang Belajar Menulis,” inilah kalimat yang menyelamatkan nyawaku dari ancaman tembakan pistol yang nyaris merenggut hidupku.
Kisah ini terjadi saat aku menulis sebuah artikel untuk salah satu harian terkenal di Jawa Barat, di awal-awal karierku sebagai penulis. Artikel itu bercerita tentang bagaimana seorang mahasiswa yang sudah berkeluarga bisa membagi waktu antara mengasuh anak dan kuliahnya. Namun, saat diterbitkan, artikel tersebut disertai ilustrasi seorang mahasiswi sedang menggendong putri dari staf layout koran tersebut. Ironisnya, si mahasiswi belum menikah, dan sang ayah membaca artikel itu, murka tak terkira.
“Kapan anak saya menikah?” katanya dengan amarah yang menggelegak, khawatir tetangga sekomplek AURI akan membacanya dan salah paham. Aku memahami perasaannya, betapa reputasi keluarganya terasa terancam oleh tulisan yang tidak akurat. Saat aku datang untuk mempertanggungjawabkan kesalahan itu, pistol tergeletak di atas meja ruang tamunya, menambah ketegangan suasana. Dalam hati, aku tahu bahwa mencari kambing hitam bukanlah solusi.
Alih-alih menyalahkan siapa yang memasang foto tersebut, aku memutuskan untuk meminta maaf dengan tulus. “Saya mohon maaf. Saya sedang belajar menulis,” kataku dengan penuh penyesalan. Permohonan maaf itu bukan sekadar kata-kata, melainkan luapan ketulusan dari relung hati. Aku percaya, keikhlasan dalam permohonan maaf memiliki kekuatan yang maha dahsyat untuk meredakan kemarahan.
Dan benar saja, sang ayah, meski masih marah, akhirnya menerima permohonan maafku. Ia mencerca karena kasih sayangnya terhadap putrinya, bukan karena kebenciannya terhadapku. Kekuatanku tidak terletak pada argumen atau pembelaan diri, melainkan pada kejujuran dan kesungguhan dalam meminta maaf.
Permohonan maaf itu bagaikan cahaya yang menerangi jalan gelap, menghilangkan bayang-bayang ketakutan dan kecemasan. Itu adalah bukti bahwa ketulusan bisa mengalahkan kemarahan yang paling membara sekalipun. Dan hari itu, aku belajar bahwa dalam menghadapi kesalahan, keikhlasan dalam permohonan maaf adalah kekuatan yang tak ternilai, yang mampu menyelamatkan lebih dari sekadar reputasi—bahkan nyawa.