Dalam dunia politik Indonesia yang penuh lika-liku dan drama, kita sering melihat situasi yang lebih seru daripada sinetron. Nah, cerita kali ini adalah tentang politik telikung, yang artinya politik tipu-tipu dan pengkhianatan. Bayangkan saja, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Nasdem yang awalnya satu tim dengan Koalisi AMIN (Anies-Muhaimin), tiba-tiba bersalin rupa dan bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju setelah Prabowo Subianto menang. Kalau ini bukan dunia terbalik, lalu apa?
Bayangkan, PKB dan Nasdem yang tadinya seperti musuh bebuyutan Gerindra dan duet maut Prabowo-Gibran, langsung berubah haluan begitu Prabowo menang. Bagaikan tempe yang mendadak jadi steak, kedua partai ini langsung loncat ke koalisi pemenang. Hasilnya, kita bisa lihat bahwa di politik Indonesia, kepentingan praktis sering lebih utama dibandingkan prinsip. Prinsip? Apa itu prinsip? Bisa dimakan?
Fenomena politik telikung ini juga merembet ke Pilkada. Coba bayangkan, calon gubernur yang diusung justru berasal dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), partai yang gagal masuk parlemen karena nggak memenuhi ambang batas 4%. PSI ini kayak jagoan yang kalah di babak penyisihan tapi tiba-tiba diundang ke final karena keponakan panitia. Mereka sukses menyusupkan calonnya melalui berbagai manuver yang bikin kita geleng-geleng kepala. Di sini, kita belajar bahwa politik nggak selalu tentang jumlah kursi, tapi tentang kemampuan main cantik di belakang layar.
Nah, cerita seru lainnya adalah tentang dua kandidat Wakil Presiden untuk Gibran dan calon Gubernur untuk Kaesang. Awalnya, mereka nggak lolos syarat, tapi tiba-tiba aturan diubah oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA). Luar biasa! Aturan bisa diubah sesuai kebutuhan politik. Hukum yang tadinya tegas dan kaku, jadi lentur bagaikan karet gelang. Ini mengundang kontroversi, tapi juga mengajarkan kita bahwa di politik, segala sesuatu mungkin saja terjadi.
Jadi, bisa dibilang politik di Indonesia ini bagaikan panggung sandiwara. Kadang kita nggak tahu lagi siapa lawan siapa kawan. Yang dulunya lawan bisa jadi kawan, yang tadinya nggak lolos bisa lolos, dan yang gagal bisa sukses. Politik edan-edanan, begitulah sebutannya. Fenomena ini menunjukkan betapa absurdnya sistem politik di Indonesia, di mana kesetiaan dan prinsip bisa diobral murah demi kekuasaan.
Kalau di negara lain politiknya serius dan penuh integritas, di sini politiknya kayak acara komedi. Nggak heran kalau banyak orang jadi sulit mempercayai sistem yang ada. Harapannya, suatu hari nanti politik di Indonesia bisa berubah menjadi lebih bersih dan berintegritas, biar kita nggak cuma bisa ketawa kecut melihat drama politik sehari-hari. Tapi untuk sekarang, mari kita nikmati dulu sinetron politik yang selalu bikin kita terkejut dan terhibur.