Bila BEM UI menjuluki Jokowi sebagai “King of Lip Service,” kali ini kita tambah lagi julukan lain, yaitu “Mr. Kaget.” Berkali-kali, presiden kita ini terlihat terkejut mendengar berbagai informasi penting, mulai dari impor beras besar-besaran, tingginya angka stunting, hingga eksistensi Raja Penjudi Online, Mr. T. Reaksi yang sama juga muncul ketika diberi tahu tentang tingginya tingkat kemiskinan, korupsi besar di lembaga negara, deforestasi yang terus berlanjut, dan peningkatan kasus narkoba di kalangan remaja. Padahal, sebagai presiden, Jokowi seharusnya memiliki akses ke informasi lengkap dari para intelijennya sehingga tidak lagi perlu merasa terkejut.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sering kali terlihat kaget saat menerima berbagai informasi penting. Misalnya, ketika diberitahu bahwa beras impor dilakukan secara besar-besaran, dia kaget. Ketika mendengar angka stunting di Indonesia masih tinggi, dia kaget. Saat mendapat informasi tentang Raja Penjudi Online, Mr. T, lagi-lagi dia kaget.
Seharusnya, sebagai seorang presiden, Jokowi tidak perlu lagi terkejut dengan berbagai informasi ini. Posisinya sebagai kepala negara memberikan akses ke berbagai sumber informasi yang lengkap dan akurat dari para intelijennya. Namun, kenyataannya, reaksi kaget ini terus berulang dalam berbagai situasi.
Ketika diberitahu bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia masih tinggi meskipun berbagai program bantuan telah diluncurkan, Jokowi kaget. Mendengar bahwa ada korupsi besar di lembaga negara yang selama ini dianggap bersih, dia kaget. Saat mengetahui bahwa deforestasi di Indonesia masih terus berlanjut meskipun ada upaya konservasi, Jokowi kaget. Ketika dilaporkan bahwa ada peningkatan kasus narkoba di kalangan remaja, dia kaget.
Sikap “kagetan” ini seharusnya menjadi refleksi bagi para pemimpin dan pengambil kebijakan di sekitarnya. Seorang presiden perlu memiliki ketenangan dan kesiapan dalam menghadapi berbagai situasi. Informasi yang diperoleh seharusnya tidak mengejutkan, melainkan menjadi bahan analisis dan pengambilan keputusan yang tepat.
Dengan akses kepada badan intelijen, lembaga statistik, dan berbagai instansi terkait, seorang presiden memiliki segala alat yang dibutuhkan untuk tetap terinformasi dengan baik. Reaksi yang berlebihan terhadap berita yang seharusnya sudah diantisipasi menunjukkan adanya kekurangan dalam alur informasi atau kurangnya kepercayaan terhadap laporan dari bawahannya.
Sebagai pemimpin, Jokowi diharapkan dapat menanggapi informasi dengan tenang dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan tanpa harus terlihat kaget. Reaksi yang tenang dan terukur akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap kepemimpinannya dan memastikan bahwa setiap masalah ditangani dengan serius dan profesional.