Oleh : Ali Syarief
Dalam ranah politik Indonesia, terutama di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), kita menyaksikan berbagai kelompok dan elemen masyarakat yang secara terbuka menunjukkan ketidakpuasan terhadap kebijakan dan kepemimpinan pemerintah. Mahasiswa, kaum buruh, kelompok-sempalan, hingga intelektual, semuanya memiliki peran dalam dinamika politik yang terus berkembang.
Beberapa mahasiswa pernah melakukan aksi demonstrasi menentang pemerintahan Jokowi. Mereka membawa tuntutan terkait berbagai isu, seperti hak asasi manusia, lingkungan, dan kebijakan ekonomi. Kaum buruh juga tak tinggal diam, turun ke jalan untuk menyuarakan hak-hak pekerja dan menentang kebijakan yang dianggap merugikan.
Selain itu, ada kelompok-kelompok sempalan yang secara terus terang menyatakan penolakan terhadap pemerintahan Jokowi. Alasan dan agenda dari kelompok-kelompok ini bervariasi, namun semuanya mencerminkan ketidak-setujuan terhadap arah pemerintahan saat itu.
Kaum intelektual juga terlibat aktif dalam menyuarakan ketidakpuasan terhadap pemerintahan Jokowi. Mereka menggunakan kekuatan pemikiran dan tulisan untuk mengkritik kebijakan-kebijakan yang dianggap kontroversial atau tidak sesuai dengan pandangan mereka terhadap pembangunan nasional.
Purnawirawan jenderal-jenderal yang merasa risau terhadap kondisi negara juga mulai bersuara. Beberapa dari mereka menyuarakan keprihatinan terhadap stabilitas nasional, kinerja pemerintah, dan isu-isu keamanan. Beberapa tokoh di DPR juga mengemukakan pandangan mereka terkait pemakzulan terhadap presiden.
Indonesia, sebuah negeri dengan dinamika politik yang terus berubah, menyaksikan berbagai kontroversi dan ketegangan dalam kepemimpinan regime Jokowi. Pemerintahan yang sedang berkuasa kerap menjadi sasaran kritik tajam, terutama ketika ditemukan pelanggaran terhadap konstitusi, dasar negara yang seharusnya menjadi panduan tertinggi.
Regime yang saat ini berkuasa di Indonesia tidak luput dari sorotan tajam kritik. Pelanggaran konstitusi yang terus terjadi menjadi titik kritis dalam penilaian terhadap keabsahan dan legalitas kebijakan pemerintahan. Penyalahgunaan kekuasaan, penghinaan terhadap prinsip-prinsip demokrasi, dan tindakan represif terhadap oposisi menjadi sorotan utama dalam kritik yang terus berkobar.
Pertama-tama, pelanggaran terhadap hak asasi manusia menjadi pangkal kritik tajam terhadap regime ini. Kebebasan berpendapat dan berkumpul, hak untuk menyampaikan pendapat tanpa rasa takut, serta perlindungan terhadap kebebasan individu seringkali terabaikan dalam tindakan pemerintah. Penangkapan dan penahanan terhadap para aktivis hak asasi manusia menjadi bukti nyata dari kenyataan pahit ini.
Kedua, dominasi eksekutif yang terlalu kuat menjadi sorotan kritis dalam kerangka pemerintahan yang demokratis. Pembatasan terhadap kewenangan lembaga-lembaga kontrol dan keseimbangan kekuasaan, seperti lembaga peradilan, menunjukkan ketidakseimbangan yang berpotensi merusak prinsip-prinsip demokrasi. Kritik tajam menyoroti kemungkinan pengaruh yang berlebihan dari eksekutif terhadap proses pengambilan keputusan.
Ketiga, pelanggaran dalam penyelenggaraan pemilihan umum menjadi poin kritis yang dihadirkan dalam kritik tajam terhadap regime ini. Berbagai tuduhan terkait ketidaknetralan dan pelanggaran etika dalam penyelenggaraan pemilihan umum menimbulkan keraguan akan legitimasi pemerintahan. Kekhawatiran akan manipulasi hasil pemilihan umum turut menguatkan kritik terhadap proses demokratisasi.
Dalam kesimpulan, kritik tajam terhadap regime yang sedang berkuasa menjadi manifestasi nyata dari keprihatinan masyarakat terhadap kondisi politik dan demokrasi. Sorotan terhadap pelanggaran konstitusi, penyalahgunaan kekuasaan, dan ketidaknetralan dalam penyelenggaraan pemilihan umum menjadi seruan keras untuk menegakkan prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. Masyarakat memiliki hak untuk menuntut pertanggungjawaban dan transparansi dalam kepemimpinan, memastikan bahwa negara berada di jalur yang sesuai dengan nilai-nilai dasar konstitusi.
Semua dinamika ini menciptakan potensi bagi terjadinya gerakan people power yang memakzulkan presiden. Namun, sebelum membahas lebih lanjut, perlu diperhatikan bahwa people power atau gerakan massa, sebagian ada yang bermahzab bukanlah mekanisme yang sah untuk melakukan pemakzulan. Pemakzulan presiden memiliki landasan konstitusional dan harus melalui proses hukum dan politik yang ketat.
Tapi Mahzab lain, people power itu suatu keniscayaan, extra constitutional, terjadi disemua Negara, karena pemerintah yang berkuasa,menutup mata dan telinga terhadap aspirasi masyakarat tersebut.
Dinamika politik yang kita saksikan menunjukkan bahwa ruang partisipasi masyarakat dalam menyuarakan pendapatnya semakin terbuka. Pemerintah dan lembaga-lembaga negara perlu mendengarkan aspirasi rakyat dan menjalankan tugasnya dengan baik untuk memastikan tercapainya keadilan, kesejahteraan, dan keamanan nasional. Dengan cara ini, kita dapat membangun demokrasi yang kuat dan berkelanjutan.
People power dapat menciptakan tekanan sosial dan politik yang signifikan terhadap pemerintahan. Namun, perlu diingat bahwa demokrasi Indonesia memiliki institusi-institusi yang telah ditetapkan untuk menangani perubahan kepemimpinan, yakni melalui pemilihan umum. Pemakzulan presiden seharusnya dilakukan sesuai dengan prosedur hukum yang telah ditetapkan.
Dalam konteks ini, perlu juga dicermati bahwa people power yang tidak terorganisir dengan baik dapat membawa dampak negatif terhadap stabilitas dan keamanan nasional. Oleh karena itu, apabila terdapat ketidakpuasan terhadap pemerintahan, sebaiknya ditangani melalui mekanisme demokratis yang sah dan sesuai dengan konstitusi.