Pagi itu, embun masih menggantung di ujung daun.
Langit berwarna abu-abu muda, seolah ragu antara menurunkan hujan atau memberi cahaya.
Kamu berdiri di sana—di persimpangan yang tak asing, menatap jalan yang pernah kamu tempuh dengan segala harapan yang kini tinggal kenangan.
Dan akhirnya kamu tahu:
berjalan pergi bukanlah kelemahan.
Itu adalah kebijaksanaan yang lahir dari luka yang sudah cukup lama diam.
Ketika kamu berhenti mengejar, dunia menjadi lebih tenang.
Seperti laut setelah badai reda—ombak masih berdebur, tapi tak lagi marah.
Di situ kamu belajar bahwa keheningan adalah bentuk cinta yang matang.
Kamu tidak lagi sibuk berteriak agar didengar,
karena yang benar-benar ingin tinggal akan mendekat tanpa panggilan.
Batasan bukan tembok.
Ia adalah pagar taman, dengan gerbang kecil yang hanya terbuka bagi mereka yang datang membawa benih kebaikan.
Kamu tak lagi membiarkan siapa pun menginjak bunga-bunga ketenanganmu hanya karena takut dianggap sombong.
Kamu mulai paham, menjaga diri bukan berarti menolak cinta,
melainkan menyeleksi energi yang pantas untuk tumbuh bersamamu.
Di bawah langit senja, kamu duduk sendiri di bangku taman.
Burung-burung kembali ke sarangnya, dan kamu pun mulai pulang ke dirimu sendiri.
Kamu sadar:
tak perlu memohon tempat di hati seseorang,
karena cinta yang sejati tidak memerlukan perjuangan yang memaksa.
Yang peduli akan menemuimu di tengah perjalanan.
Yang tidak, akan berhenti di belakang—dan menghilang seperti bayangan ketika malam turun.
Dan kamu pun tersenyum, sebab kini kamu tahu,
kamu tidak kehilangan siapa pun—kamu sedang menemukan dirimu sendiri.
Harga diri tumbuh bukan di panggung besar,
tetapi dalam detik-detik sunyi:
saat kamu menolak undangan yang datang terlambat,
saat kamu memilih diam pada pesan yang tak berbalas,
saat kamu berhenti menjelaskan sesuatu yang seharusnya sudah dipahami tanpa kata.
Itulah saat-saat kecil ketika kamu membangun benteng kedamaianmu.
Benteng yang tidak terbuat dari batu,
tetapi dari kesadaran dan cinta pada diri sendiri.
Tidak semua hubungan layak diperjuangkan.
Sebagian adalah musim yang selesai dengan indah,
sebagian lagi adalah hujan yang mengajarkan cara berteduh.
Biarkan mereka pergi seperti daun yang luruh pada waktunya.
Karena hanya dengan melepaskan, kamu memberi ruang bagi tunas baru untuk tumbuh.
🌙
Dan ketika malam tiba, kamu menatap langit penuh bintang.
Ada rasa lega yang pelan-pelan menggantikan duka.
Kamu berbisik pada semesta:
“Aku tidak marah. Aku hanya selesai.”
Berjalan pergi bukan tanda menyerah.
Itu adalah cara paling lembut untuk berkata:
✨ Aku memilih diriku sendiri.