Ketika Sang Buddha ditanya, “Apakah lebih baik berjalan sendiri atau bersama?”
Beliau menjawab, “Lebih baik berjalan sendiri daripada berjalan bersama orang dungu.”
Kalimat sederhana itu mengandung samudra makna.
Berjalan bersama tidak selalu indah.
Kadang, justru menjadi beban.
Sebab yang terpenting bukanlah kebersamaan itu sendiri,
melainkan siapa yang berjalan di sisi kita.
Kehidupan ini adalah perjalanan panjang.
Kita datang seorang diri,
dan kelak pun kita akan pergi seorang diri.
Maka, siapa yang tidak pernah belajar bersahabat dengan kesendiriannya,
akan merasa terganggu oleh kebersamaan yang semu.
Banyak orang berkumpul hanya karena kebutuhan.
Ada yang bersama demi tujuan,
ada yang bersatu karena sebuah perjuangan,
ada pula yang sekadar duduk makan dan minum bersama,
karena tak sanggup menghadapi heningnya sendiri.
Namun, kesendirian bukan kutukan.
Ia adalah ruang sunyi untuk mengenal diri,
untuk mendengar suara batin yang sering tertutupi riuh dunia.
Dari sanalah lahir kebeningan,
dan dari kebeningan itu tumbuh kebijaksanaan.
Berjalan sendiri bukan berarti terasing.
Itu adalah langkah yang jujur.
Dan bila suatu hari kita menemukan seorang sahabat
yang berjalan seirama dengan jiwa kita,
maka perjalanan panjang ini akan terasa lebih ringan.
Tetapi bila tidak,
maka berjalan sendiri tetaplah sebuah anugerah.