Oleh : Dino Patti Jalal
Sebagai mantan diplomat, banyak yang bertanya kepada saya bagaimana cara terbaik untuk membantu menciptakan perdamaian dunia di tengah maraknya konflik, perang, dan kekerasan. Jawaban saya selalu sama: siapapun Anda, cara terbaik untuk membantu perdamaian dunia adalah dengan menjadi orang tua yang terbaik bagi anak-anak Anda.
Mengapa demikian? Orang-orang yang berperang di Eropa, Timur Tengah, dan Afrika berada di luar kontrol kita. Namun, sebagai orang tua, kita memiliki kendali penuh atas anak-anak kita. Mereka berada di bawah naungan kita dan sepenuhnya tergantung pada kita. Orang tua adalah mata rantai pertama dalam perkembangan anak sebelum mereka mulai berteman, bekerja, berorganisasi, dan bermasyarakat. Referensi pertama bagi setiap anak dalam menyikapi dunia adalah orang tuanya.
Nelson Mandela, pemenang Nobel Perdamaian dari Afrika Selatan, pernah berbicara tentang kedua orang tuanya. Meskipun ayahnya meninggal saat Mandela baru berusia sembilan tahun, watak mulia yang ditanamkan ayahnya terus melekat seumur hidupnya. Ini mengingatkan kita bahwa semua orang, kaya atau miskin, berpendidikan tinggi atau tidak, memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi orang tua yang baik atau buruk. Mahatma Gandhi juga pernah berkata, “Children inherit the qualities of their parents,” yang menekankan pentingnya peran orang tua dalam membentuk karakter anak.
Kisah tragis Joseph Stalin, pemimpin Uni Soviet yang membantai jutaan orang, menunjukkan betapa masa kecil yang penuh kekerasan dapat membentuk perilaku yang kejam. Sebaliknya, Malala Yousafzai, pemenang Nobel Perdamaian, dibesarkan dengan kasih sayang yang berlimpah oleh orang tuanya meskipun hidup dalam lingkungan yang tidak menghargai wanita. Kasih sayang dan pendidikan yang baik dari orang tuanya membuat Malala tumbuh menjadi pejuang gigih untuk pendidikan perempuan.
Namun, mencintai anak saja tidak cukup. Adolf Hitler, meskipun dekat dengan ibunya, menjadi pemimpin yang sangat kejam. Bayangkan jika ibunya tidak hanya mencintainya, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai damai dan moralitas, mungkin Perang Dunia Kedua yang dahsyat tidak akan terjadi.
Contoh lain adalah Barack Obama. Ibunya setiap hari membangunkan dia jam 4 pagi untuk belajar bersama. Watak ketekunan, disiplin, dan kecemerlangan yang ditanamkan ibunya akhirnya mengantarkan Obama menjadi Presiden Amerika Serikat. Kita mungkin tidak sempurna, tetapi kita bisa membuat anak kita lebih baik dari kita. Anak-anak kita adalah ibarat kapal kosong yang terserah kita akan diisi apa. Sebagai kapten kapal, isilah kapal tersebut agar anak kita tumbuh menjadi orang yang baik, suka menolong, membela kebenaran, menjunjung keadilan, melindungi yang lemah, dan mencintai perdamaian.
Memberikan kualitas waktu kepada anak-anak kita sangat penting. Ini berarti Anda tidak hanya perlu menyediakan quality time, tetapi juga kuantitas waktu yang cukup. Walaupun Anda tidak punya waktu untuk menjadi diplomat atau relawan di daerah konflik, jika anak Anda tumbuh menjadi orang yang cinta damai, Anda sudah menanamkan investasi yang berharga untuk perdamaian dunia.
Investasi perdamaian ini bisa dilihat dari keluarga saya. Kakek saya, seorang guru miskin di desa terpencil di Bukittinggi, berhasil mendidik anaknya menjadi diplomat yang membantu membenahi hukum laut internasional, menjadi fondasi penting bagi perdamaian dunia. Saya menyebut ini bukan untuk pamer, tetapi untuk menunjukkan bahwa kasih sayang dan pendidikan dari orang tua dapat menjadi investasi yang terus berkembang bagi perdamaian dunia.
Ketika Anda melihat konflik dan kekerasan di TV, Anda bisa berkata bahwa setidaknya Anda telah membesarkan anak Anda menjadi orang yang baik dan pencinta damai. Jika semakin banyak orang tua melakukan hal yang sama, saya yakin dunia kita akan menjadi tempat yang lebih damai dan lebih baik. Inilah kontribusi nyata yang bisa kita berikan untuk perdamaian dunia.