Kita duduk tenang di bangku bus, membiarkan roda melaju tanpa kita tahu siapa sang pengemudi.
Kita menyerahkan diri pada gelombang saat perahu berlayar, percaya pada nakhoda yang bahkan namanya pun tak kita kenal.
Kita menutup mata di ketinggian ribuan kaki, bersandar pada kursi pesawat, yakin pada pilot yang wajahnya tak pernah kita lihat.
Aneh, bukan?
Betapa mudahnya kita menitipkan keselamatan kepada orang asing.
Betapa ringan hati kita melepas kendali pada tangan-tangan yang tidak kita kenali.
Namun, ketika hidup sendiri berlayar di samudra takdir, hati justru gelisah.
Kita meronta ingin menguasai arah, ingin memastikan tujuan, ingin menggenggam kendali seutuhnya.
Padahal ada satu yang lebih tahu jalan, lebih paham arus, lebih mengerti arah angin: Tuhan.
Kalau pada manusia asing kita bisa percaya,
mengapa pada Dia yang menciptakan hidup, kita masih ragu?
Kalau pada tangan fana kita bisa pasrah,
mengapa pada Sang Pemilik Kehidupan kita begitu resah?
Hidup ini memang misteri, tapi bukan tanpa kendali.
Ada sutradara agung yang menulis naskah,
ada pelukis langit yang mengatur warna senja,
ada penggembala jiwa yang tak pernah lengah menjaga.
Maka, tenanglah…
Biarkan perjalanan ini berjalan dengan irama-Nya.
Jika kita bisa percaya pada sopir, nakhoda, dan pilot,
bukankah lebih layak kita percaya pada Tuhan yang memegang kunci segalanya?
Relaxlah dalam hidup,
karena kendali bukan di tangan kita—
tapi di tangan Dia yang tak pernah salah jalan.