Oleh : Ateng Kusnandar Adisaputra
Penulis adalah Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, dan Dosen Luar Biasa di Universitas Al-Ghifari Bandung.
KAIZEN berasal dari bahasa Jepang, yaitu “Kai” yang berarti perubahan, dan “Zen” yang berarti kebijaksanaan. Masaaki Imai, seorang ahli teori organisasi dan konsultan manajemen Jepang, menulis buku “The Kaizen Power”. Kaizen itu adalah upaya memperbaiki diri secara kontinyu atau secara terus menerus tanpa henti (continous improvement). Kaizen yang merupakan prinsip manajemen tradisi Jepang, memberikan pelajaran bagi diri sendiri, bagi organisasi, maupun perusahaan, akan pentingnya melalukan perbaikan diri ataupun cara kerja secara terus menerus (kaizen). Dengan menerapkan kaizen, Jepang menjadi negara maju di dunia.
Banyak perusahaan yang telah menerapkan kaizen, diawali dengan memiliki mindset yang tidak cepat untuk berpuas diri, namun selalu membuat suatu perkembangan kecil yang berkelanjutan, seperti : meningkatkan produktivitas kerja, menjaga kualitas produk, penghematan biaya, menjalin komunikasi yang harmonis antar pegawai, memotivasi pegawai untuk bekerja profesional, mementingkan kepuasan pelanggan.
Buku lainnya yang membahas kaizen, terdapat pada Strategic Management karangan Gregory G. Dess dan Alex Miller, terbitan 1993, yang didalamnya memuat tiga metoda kaizen. Kita tinjau bagaimana tiga metoda kaizen ini dari perspektif Islam.
Metoda penerapan kaizen menurut Gregory G. Dess dan Alex Miller, yang pertama adalah experimentation (percobaan). Filosofi dari experimentation adalah jika anda gagal pada saat pertama, coba, coba….dan coba lagi, saya akan bertahan sampai saya berhasil. Ada 4 langkah experimentation, yaitu : ketahui apa yang kamu inginkan, harus melakukan tindakan, amati apakah tindakan anda membawa anda ke apa yang anda inginkan atau tidak, jika tidak (ubah pendekatan anda, ulangi prosesnya lagi sampai anda mendapatkan apa yang anda inginkan).
Contoh di bidang manajemen, Adam Smith melakukan percobaan tentang pembagian kerja/division of labour, yang memerinci pekerjaan kepada tugas yang lebih spesifik serta berulang. Adam Smith berkesimpulan bahwa suatu pembagian kerja bisa meningkatkan tingkat produktivitas kerja. Ahli manajemen Frederick Winslow Taylor memaparkan manajemen sains sebagai penggunaan metode yang ilmiah dalam menentukan cara terbaik untuk menyelesaikan pekerjaan. Ahli manajemen lainnya Edwards Deming dan Joseph Juran dengan memunculkan konsep manajemen kualitas total.
Ilmuwan Islam di bidang ilmu kimia telah melakukan berbagai percobaan dan memberikan sumbangsih berharga untuk ilmu kedokteran, seperti : Ibnu Hayyan, Al-Razi, Al-Biruni, Ibnu Sina. Ibnu Hayyan yang di dunia barat dikenal dengan sebutan “Geber” berhasil menciptakan teori oksidasi reduksi. Ar-Razi membangun dan mengembangkan labolatorium kimia bernuansa modern.
Contoh yang paling fenomenal dari experimentation, yaitu yang dilakukan oleh Thomas Alpha Edison, setelah melakukan 10 ribu kali percobaan, akhirnya menemukan bola lampu, dan hasilnya listrik dapat kita nikmati.
Implementasi kaizen dalam hal experimentation (percobaan) yang dilakukan secara terus menerus ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW : “Sebaik-baik pekerjaan adalah yang dilakukan penuh ketekunan walaupun sedikit demi sedikit”. (HR. Tirmidzi). Selain itu juga dalam hal kesabaran untuk melakukan percobaan/pekerjaan, Allah SWT berfirman “Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Baqarah 2:153).
Metoda penerapan kaizen menurut Gregory G. Dess dan Alex Miller, yang kedua yaitu benchmarking. Benchmarking merupakan sebuah pengukuran dari kualitas kebijakan organisasi, produk, program, strategi, dan lainnya, untuk memberikan wawasan yang diperlukan guna membantu manajemen dalam memahami proses dan produknya, baik dengan cara membandingkannya dengan industri serupa ataupun yang berbeda. Benchmarking disebut sebagai role modeling atau juga sebagai perbandingan yang dijadikan tolok ukur atau patokan. Benchmarking menjadi alat yang ampuh untuk mengukur dan meningkatkan kinerja perusahaan, mengurangi biaya operasi, dan peningkatan keuntungan. Sekarang ini ada istilah ATM (Amati Tiru Modifikasi), yang bertujuan untuk memberikan peluang bagi bisnis untuk senantiasa menciptakan produk atau strategi yang segar, kreatif, unik dan berdaya saing.
Implementasi kaizen dalam hal benchmarking, Rasulullah SAW menyuruh agar megambil hikmah dari siapapun dan dari manapun, karena hikmah itu milik orang Islam. Umat Islam juga dianjurkan untuk benchmarking mencontoh Rasulullah SAW, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak banyak menyebut Allah”. (QS. Al-Ahzab 33:21).
Metoda penerapan kaizen menurut Gregory G. Dess dan Alex Miller, yang ketiga adalah outsourcing. Suatu perusahaan tidak mungkin unggul dalam semua aspek, pasti ada keterbatasan dalam hal tertentu. Perusahaan bisa melakukan outsourcing atau menggunakan jasa perusahaan lain atau pihak ketiga guna melakukan pekerjaan tertentu, dengan persyaratan : kualitasnya tinggi, harganya murah, dan pengirimannya tepat waktu.
Implementasi kaizen dalam hal outsourcing, dari perspektif Islam bahwa betapapun hebatnya seseorang pasti memiliki kekurangan dan keterbatasan, perusahaan juga memiliki keterbatasan. Makanya Allah SWT menyuruh umat Islam untuk melakukan outsourcing, sebagaimana firman-Nya “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui”. (QS. An-Nahl 16:43).
Sejalan dengan tibanya tahun baru Hijriyah 1444, mari kita laksanakan kaizen melalui hijrah menuju kehidupan yang lebih baik. Hari ini lebih baik daripada kemarin dan hari esoknya lebih baik daripada hari ini. Aamiin. (*)