Jakarta, Muniranews. – Jaksa mendakwa tiga mantan pejabat terlibat dalam proyek pembangunan jalur kereta api (KA) Besitang-Langsa atas dugaan korupsi yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 1,1 triliun. Jalur KA yang seharusnya menghubungkan Sumatera Utara dengan Aceh tersebut kini ambles dan tidak bisa digunakan.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Senin (15/7/2024), jaksa membacakan dakwaan terhadap Akhmad Afif Setiawan, mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) wilayah I pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara; Rieki Meidi Yuwana, Kepala Seksi Prasarana sekaligus Ketua Pokja pengadaan pekerjaan konstruksi 2017 dan 2018; serta Halim Hartono, PPK jalur KA Besitang-Langsa dari Agustus 2019 hingga Desember 2022.
Jaksa mengungkapkan bahwa kasus korupsi ini sudah terjadi sejak tahap perencanaan proyek. Proses studi kelayakan, termasuk studi tanah, tidak dilakukan dengan benar, namun pembayaran penuh tetap dilakukan. Proyek ini kemudian dipecah menjadi 11 paket pekerjaan konstruksi, masing-masing bernilai di bawah Rp 100 miliar, untuk menghindari ketentuan pekerjaan kompleks. Proses lelang juga diduga diatur oleh para terdakwa.
Tanpa hasil studi yang akurat, proyek ini dilanjutkan berdasarkan Detail Engineering Design (DED) jalur KA eksisting tahun 2011, yang mengidentifikasi tanah di area tersebut sebagai tanah lunak dan merekomendasikan rekayasa daya dukung tanah. Namun, rekomendasi ini diabaikan, sehingga mengakibatkan amblasan pada beberapa titik jalur yang dibangun.
Jaksa menyebut beberapa insiden amblasan, seperti pada 3 Oktober 2019 di Km 417+950 dan amblasan lainnya pada 23 Desember 2019 serta Januari 2021, yang menunjukkan ketidakstabilan tanah dan konstruksi. Amblasan berulang juga terjadi di Km 418+800 pada 2018, yang menunjukkan bahwa upaya perbaikan tidak berhasil.
“Bahwa sampai dengan berakhirnya kontrak pada 31 Desember 2023, pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa tersebut belum pernah mendapatkan sertifikat kelaikan teknis dan operasional, sehingga tidak dapat dimanfaatkan,” ujar jaksa.
Sementara itu, pembayaran telah dilakukan kepada perusahaan-perusahaan yang mengerjakan proyek tersebut. Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat tindakan para terdakwa mencapai Rp 1,1 triliun. Rinciannya meliputi:
1. **Tahap Review Design Pembangunan Jalur KA**:
– Dana dicairkan: Rp 7,9 miliar
– Penggunaan sesuai ketentuan: Rp 0
– Kerugian: Rp 7,9 miliar
2. **Tahap Pekerjaan Konstruksi**:
– Dana dicairkan: Rp 1,1 triliun
– Nilai konstruksi diserahkan: Rp 0
– Kerugian: Rp 1,1 triliun
3. **Pekerjaan Supervisi**:
– Dana dicairkan: Rp 30,5 miliar
– Penggunaan sesuai ketentuan: Rp 0
– Kerugian: Rp 30,5 miliar
Total kerugian mencapai Rp 1.157.087.853.322.
Akibat perbuatan ini, Afif dkk didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini mengungkap praktik korupsi yang merugikan negara dan menghambat pembangunan infrastruktur vital. Proses hukum diharapkan bisa menjadi langkah awal untuk membersihkan praktik korupsi dalam proyek-proyek pembangunan di Indonesia.