“Anak yang kita bunuh akan tumbuh menjadi teroris,” begitu alasan yang terdengar di ruang pengadilan Nürnberg. Kalimat itu, seperti angin dingin yang menusuk hingga tulang, membawa kita pada sejarah kelam yang mencengkeram jiwa. Alasan yang menggema dengan nada kebengisan, seolah mencoba membenarkan tindakan yang tak dapat dibenarkan oleh nurani.
Di bawah bayang-bayang kehancuran, Nazi mencari pembenaran atas kekejian yang mereka perbuat. Dengan tanpa malu, mereka mengklaim bahwa membunuh anak-anak adalah tindakan pencegahan, upaya mencegah tumbuhnya benih teror di masa depan. Namun, apakah manusia begitu sederhana hingga tak lebih dari sekadar benih yang dapat ditebang sebelum berbuah?
Di pengadilan Nürnberg, kebenaran berjuang untuk terungkap, meskipun tertutup oleh kabut kebohongan. Dunia menyaksikan dengan mata terbelalak, mendengarkan alasan yang seakan berasal dari kedalaman neraka. Alasan yang mengingatkan kita betapa kejamnya hati yang telah kehilangan kemanusiaan.
Kata-kata itu, “Anak yang kita bunuh akan tumbuh menjadi teroris,” hanyalah topeng yang menutupi wajah kebencian. Sebuah dalih yang dipakai untuk menutupi darah yang mengalir dari tindakan yang tak berperikemanusiaan. Mereka lupa bahwa setiap jiwa yang mereka renggut adalah harapan yang hancur, masa depan yang dirampas, cinta yang tak pernah terwujud.
Dalam gelapnya sejarah, kita diingatkan bahwa alasan-alasan ini adalah jerat yang membelenggu hati. Kita diingatkan untuk tak pernah jatuh dalam perangkap kebencian yang sama, untuk selalu melihat kemanusiaan dalam setiap individu, tak peduli bagaimana masa depan mereka mungkin terlihat.
Pengadilan Nürnberg mengukir pelajaran penting: bahwa alasan tidak dapat menghapus dosa, bahwa kemanusiaan harus selalu menang melawan kebencian. Anak-anak yang mereka bunuh bukanlah teroris, melainkan korban dari ketidakadilan dan kekejaman. Sejarah akan selalu mengingat bahwa alasan yang diberikan Nazi hanyalah cermin dari kebobrokan moral yang merajalela.
Marilah kita menjaga agar alasan-alasan seperti itu tak pernah lagi mengotori dunia kita. Mari kita hargai setiap kehidupan, setiap potensi, dan setiap masa depan dengan penuh cinta dan pengertian. Karena pada akhirnya, kemanusiaan adalah cermin sejati dari jiwa kita.