Oleh : Ali Syarief
Tindakan kontroversial Presiden Jokowi yang menggelar acara bagi-bagi bantuan sosial (bansos) di depan Istana Negara telah menciptakan gelombang pro dan kontra di tengah masyarakat. Meskipun beberapa pihak ada juga yang tidak memahami bahwa tindakan tersebut sebagai upaya langsung untuk membantu warga yang membutuhkan. Negara mempunayi mekanisme melalui Kemensos dengan segala perangkatnya
Seorang Presiden seharusnya tidak terlibat langsung dalam kegiatan semacam itu, kecuali ia sedang mempermalukan diri dan bangsanya.
Perlu diakui bahwa dalam konteks sosial dan politik, kebijakan bansos memiliki peran penting dalam merespons kebutuhan masyarakat yang terdampak oleh berbagai krisis, termasuk pandemi global yang melanda dunia. Namun, pertanyaannya adalah apakah seorang presiden seharusnya secara langsung terlibat dalam kegiatan distribusi bansos di depan istana negara?
Di satu sisi, beberapa pendukungnya menilai bahwa tindakan tersebut menunjukkan kedekatan dan kepekaan presiden terhadap kondisi riil rakyatnya. Mereka melihatnya sebagai langkah nyata untuk mendekatkan diri dengan masyarakat, menggambarkan seorang pemimpin yang peduli dan mau turun langsung ke lapangan untuk merasakan dampak dari kebijakan yang diterapkan.
Namun, di sisi lain, banyak pihak yang menilai bahwa seorang presiden seharusnya mempertahankan tingkat kehormatan dan martabat jabatannya. Menjalankan kegiatan seperti bagi-bagi bansos di pinggir jalan dapat dipandang sebagai strategi politik yang cenderung mendekati kampanye dan pencitraan. Ini bisa menciptakan persepsi bahwa presiden seolah-olah meminta dukungan rakyat dengan cara yang kurang terhormat.
Tapi kata lain juga adalah, bahwa Presiden tidak mengfungsikan Kementrian Sosial yang tugas pokoknya justru disitu, membantu sebagian tugas Presiden, wabil khusus menanganai persoalan-persoalan social.
Tindakan tersebut juga dapat dilihat sebagai indikasi bahwa sistem distribusi bansos di tingkat administrasi lebih rendah tidak berfungsi secara optimal, sehingga presiden harus turun langsung untuk memastikan bantuan sosial benar-benar sampai kepada yang membutuhkan. Hal ini menunjukkan adanya kekurangan atau masalah struktural yang perlu ditangani.
Selain itu, beberapa kritikus berpendapat bahwa seorang presiden memiliki tanggung jawab yang lebih besar dan seharusnya fokus pada perumusan dan pelaksanaan kebijakan strategis yang dapat memberikan dampak jangka panjang bagi kesejahteraan masyarakat. Terlibat langsung dalam kegiatan operasional seperti bagi-bagi bansos di jalanan dinilai kurang efisien dan tidak sesuai dengan kapasitas seorang kepala negara.
Kontroversi ini juga menciptakan pertanyaan tentang bagaimana sebaiknya peran seorang presiden dalam menanggapi kebutuhan sosial masyarakat. Apakah tindakan ini sejalan dengan konsep kepemimpinan yang efektif atau malah menciptakan preseden yang dapat mempengaruhi norma dan etika kepemimpinan di masa mendatang?
Semua pertanyaan ini perlu diperhatikan secara serius dalam konteks dinamika politik dan sosial Indonesia.
Apakah hal ini bisa dianggap sebagai spekulasi karena hasil survei yang rendah bagi Paslon 02 yang didukung oleh presiden? Survei memiliki banyak faktor yang memengaruhi hasilnya, dan melihatnya sebagai satu-satunya indikator kesejahteraan politik atau emosional presiden mungkin terlalu simplistik.
Presiden terlibat dalam kegiatan seperti bagi-bagi bansos sebagai strategi untuk meningkatkan popularitas atau mendapatkan dukungan politik lebih lanjut, untuk promosi keberhasilan anaknya.
Bisa jadi menghubungkan tindakan ini langsung dengan kekalapan presiden mungkin memerlukan analisis yang lebih mendalam terhadap dinamika politik, sentimen masyarakat, dan faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi citra seorang pemimpin, lantas akan dimaknai apa?