Sebuah Paradox yang hampir tak masuk diakal. Ini menggambarkan situasi yang mengejutkan antara Indonesia, sebagai negara agraris dengan luas lahan yang cukup besar untuk pertanian, dan Singapura, negara yang tidak memiliki lahan pertanian yang signifikan. Meskipun demikian, data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Indonesia mengimpor beberapa bahan pangan pokok dari Singapura.
Singapura, yang hanya memiliki luas wilayah sekitar sebesar DKI Jakarta, sebenarnya menjadi salah satu sumber impor penting bagi Indonesia. Hal ini menunjukkan paradoks di mana Singapura, yang bergantung pada impor hingga 90% untuk memenuhi kebutuhan pangannya, juga menjadi penyuplai bahan makanan penting bagi Indonesia, negara yang seharusnya memiliki potensi besar dalam produksi pangan sendiri.
Menurut data BPS, beberapa komoditas pangan yang diimpor Indonesia dari Singapura termasuk bawang putih, gandum, cabai, dan bahkan garam. Singapura juga merupakan negara kedua yang menyumbang defisit perdagangan terbesar terhadap Indonesia selama empat tahun berturut-turut, dengan defisit mencapai US$18,91 miliar selama periode Mei 2020 hingga April 2024.
Perincian lebih lanjut menunjukkan bahwa nilai impor beberapa komoditas pangan tersebut, seperti cabai, bawang putih, tepung gandum dan meslin, serta garam, mencapai total US$141.354 selama periode Januari-April 2024. Meskipun terjadi penurunan nilai impor untuk beberapa komoditas dibandingkan tahun sebelumnya, impor ini tetap menunjukkan ketergantungan Indonesia pada Singapura untuk memenuhi sebagian dari kebutuhan pangan penting.
Situasi ini mencerminkan tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mengoptimalkan sumber daya pertaniannya sendiri untuk memproduksi bahan pangan dalam jumlah yang mencukupi, serta kebutuhan untuk memperkuat ketahanan pangan domestik. Sementara itu, Singapura memainkan peran strategis sebagai pasar dan penyuplai bagi Indonesia, meskipun memiliki keterbatasan dalam produksi pangan domestiknya sendiri.