Seringkali, dalam kehidupan kita, kita terjebak dalam lingkaran teori dan bayang-bayang konsep-konsep abstrak yang menggoda. Kita mendalami buku, mengikuti pelatihan, dan merumuskan strategi, namun kadang kita lupa bahwa esensi sejati dari belajar terletak bukan pada apa yang kita baca atau dengar, melainkan pada apa yang kita lakukan. “Often the best way to learn is by doing.” Sebuah adagium klasik yang mengajarkan kita bahwa pembelajaran sejati lahir dari pengalaman yang dilalui dengan penuh kesungguhan dan ketulusan.
Kita hidup di dunia yang penuh dengan potensi tak terbatas, namun sering kali kita lebih memilih untuk menghindari risiko dengan berlindung di balik konsep-konsep yang telah teruji. Padahal, kehidupan itu sendiri adalah guru yang bijaksana. Seperti halnya seorang petani yang tidak hanya tahu teori tentang tanaman, tetapi merasakan langsung bagaimana biji yang ditanamnya tumbuh dan berkembang dengan penuh tantangan dan kejutan. Begitulah seharusnya kita menghadapinya. Tak ada yang lebih menggugah kita untuk memahami makna kehidupan selain pengalaman nyata yang berharga, meski sering kali penuh ketidakpastian.
Sebagaimana filosofi yang tertulis dalam existentialism, kita yang berani menghadapinya adalah mereka yang mencapai kebebasan sejati. Mengambil langkah tanpa terhalang ketakutan akan kegagalan, memulai tanpa tahu pasti apa yang akan terjadi. Kegagalan bukanlah akhir, melainkan bagian dari perjalanan. Ada sebuah kekuatan dalam ketidaksempurnaan yang mengajarkan kita lebih banyak daripada sebuah keberhasilan yang sempurna. Seperti Socrates yang menekankan pentingnya hidup yang diperiksa (an examined life), kita belajar lebih banyak tentang diri kita sendiri dengan melakukan daripada hanya sekadar merenung.
Karya yang lahir dari tangan yang bekerja, bukan hanya pikiran yang merenung, adalah karya yang berakar dalam. “Practice makes perfect.” Sebuah ungkapan yang mengajarkan kita bahwa tak ada yang bisa menggantikan kekuatan praktik. Dalam praktik, kita bukan hanya mengasah kemampuan, tetapi kita juga merasakan kedalaman dari apa yang kita lakukan. Menjadi pembelajar sejati berarti terlibat langsung, memberi ruang bagi diri untuk tumbuh dalam ketidaktahuan, dan menemui kejutan yang terkadang tidak bisa kita prediksi.
Kita seringkali ingin memulai dengan sempurna. Namun, hidup ini tidak pernah menawarkan kesempurnaan pada awalnya. “Perfection is not attainable, but if we chase perfection we can catch excellence,” ujar Vince Lombardi. Begitulah, kita tidak perlu menunggu sampai kita merasa cukup tahu atau cukup siap. Kita harus mulai, meski langkah pertama terasa canggung. Seiring waktu, ketekunan dan pengalaman akan memberi kita wawasan yang jauh lebih dalam daripada sekadar membaca buku.
Oleh karena itu, marilah kita bergerak. Jangan biarkan ketakutan akan kegagalan atau ketidakpastian menghalangi kita untuk belajar dan berkembang. Seperti pohon yang tumbuh dengan akar yang dalam, kita juga harus membiarkan diri kita tumbuh melalui proses yang tidak mudah, namun penuh dengan makna. Belajar dengan melakukan adalah tentang menelusuri jalan yang belum kita kenal, dan merayakan setiap langkah meski kadang kita jatuh. Karena pada akhirnya, hanya mereka yang berani melakukan yang akan memahami makna sejati dari apa yang mereka kejar.
Maka, mari kita terus berkarya tanpa pamrih. Menghidupi tanpa menguasai. Menumbuhkan tanpa kepentingan pribadi. Karena dalam setiap tindakan yang kita ambil, kita belajar. Dan dalam setiap pembelajaran itu, kita menemukan diri kita yang lebih utuh.