Jagat semesta raya adalah codex infinitum, kitab tanpa akhir yang terus berbisik pada mereka yang terjaga. Ex nihilo, dari ketiadaan, lahirlah makna. Dari diam, tercipta denting. Bila jiwamu terjaga, engkau tak sekadar hidup—engkau eksis dalam pusaran hikmah yang tak putus, dalam logos yang menari di tiap embusan angin.
Lihatlah! Matahari tak pernah alpa menyentuh cakrawala. Seperti sol invictus, ia mengajarimu tentang keteguhan. Laut tak pernah bosan berdebur, sebab ia mengerti bahwa keberadaan adalah harmoni antara pasang dan surut. Gunung, dengan keagungan stoic, berdiri sebagai monumen kesabaran. Dan angin, yang tak pernah terlihat tapi selalu terasa, mengajarkan bahwa yang tak kasatmata bukan berarti tiada.
Namun, apakah manusia mendengar? Ataukah mereka memilih tenggelam dalam riuhnya dunia, sibuk dengan vanitas yang rapuh? Jika jiwamu tertidur, bisikan semesta hanyalah sunyi. Jika hatimu beku, segala hikmah hanyalah fatamorgana. Memento vivere, ingatlah untuk hidup! Bukan sekadar bernafas, tapi menghidupi setiap detik dengan kesadaran yang jernih.
Seperti kata Rumi, bila jiwamu terjaga, jagat semesta raya tiada bosan berbisik padamu. Tapi hanya mereka yang benar-benar mendengar yang akan menangkap maknanya. Engkau adalah homo viator, musafir dalam bentangan waktu. Maka, berjalanlah dengan mata hati yang terbuka, dan biarkan semesta menuntun langkahmu menuju veritas—kebenaran yang sejati.