DKPP telah memberikan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU, Hasyim Asy’ari, dan enam komisioner KPU lainnya, Senin (5/2/2024). Sekjen PDI-P, Hasto Kristiyanto, menanggapi putusan DKPP dengan menyebut bahwa legitimasi penetapan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, menghadapi persoalan serius.
Hasyim Asy’ari dinyatakan melanggar kode etik karena memproses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden tanpa mengubah syarat usia minimum capres-cawapres sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Hasto menyatakan bahwa keputusan DKPP menjadi legalitas dan legitimasi adanya persoalan serius dalam penetapan paslon 02.
Menurut Hasto, putusan DKPP memperkuat kekuatan moral dan hukum. Dia menekankan seriusnya pelanggaran etik dan mengingatkan bahwa Pemilu telah menjadi beban sejak terjadi manipulasi di MK. Hasto mencatat bahwa kali ini, Pemilu melibatkan cawapres dengan afiliasi langsung pada pemimpin nasional, yaitu Presiden Joko Widodo. Gibran Rakabuming Raka adalah putra sulung Presiden Jokowi.
Hasto mengajak untuk memaknai keputusan DKPP sebagai pengingat bagi KPU dan Bawaslu untuk menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya. Dia membahas pentingnya kearifan lokal dalam melihat konsekuensi dari manipulasi suara rakyat di berbagai daerah di Indonesia. Hasto menekankan perlunya penyelenggara Pemilu bertindak adil, merdeka, independen, dan jujur, serta mampu menghadapi tekanan dengan energi yang kuat karena rakyat akan membela mereka.
Setelah putusan DKPP memberikan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU dan enam komisioner KPU lainnya terkait pelanggaran kode etik dalam pemprosesan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden, langkah-langkah yang diambil oleh parpol atau lembaga terkait dapat mencakup:
Evaluasi Internal. Parpol terkait dan lembaga terkait, seperti KPU dan Bawaslu, perlu melakukan evaluasi internal terkait proses pendaftaran pasangan calon. Mereka harus menilai apakah ada pelanggaran prosedur atau kebijakan internal yang dapat diperbaiki untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.
Reformasi Kebijakan. Jika ada kelemahan dalam peraturan atau kebijakan yang memungkinkan terjadinya pelanggaran, parpol atau lembaga terkait harus mempertimbangkan reformasi kebijakan untuk memperkuat integritas dan transparansi dalam proses pemilihan.
Pelibatan Publik. Parpol perlu terlibat aktif dengan publik untuk menjelaskan langkah-langkah yang diambil untuk mengatasi pelanggaran etik. Komunikasi terbuka dan transparan dapat membantu memulihkan kepercayaan publik.
Penguatan Pengawasan. Lembaga pengawas, seperti Bawaslu, perlu memperkuat peran dan fungsi pengawasannya. Mereka harus lebih proaktif dalam mendeteksi dan mencegah pelanggaran etik serta memberikan sanksi yang sesuai.
Pendidikan dan Pelatihan Memberikan pendidikan dan pelatihan kepada anggota parpol, KPU, dan Bawaslu mengenai etika dan tata kelola pemilihan adalah langkah yang penting. Ini dapat membantu memastikan bahwa para pemangku kepentingan memiliki pemahaman yang baik tentang standar etika dan integritas.
Keterlibatan Masyarakat Sipil Masyarakat sipil dapat berperan sebagai pengawas independen. Parpol dan lembaga terkait harus membuka diri terhadap masukan dan pengawasan dari masyarakat sipil untuk memastikan akuntabilitas yang lebih besar.
Pertimbangan Hukum. Jika pelanggaran etik melibatkan pelanggaran hukum, langkah hukum tambahan dapat dipertimbangkan. Ini termasuk melibatkan penegak hukum untuk memastikan adanya pertanggungjawaban hukum.
Dengan langkah-langkah ini, parpol dan lembaga terkait dapat membangun sistem pemilihan yang lebih kuat, adil, dan integritas untuk mendukung demokrasi yang seha