Dalam konteks keagamaan, hukum karma dilihat sebagai konsep yang menyatakan bahwa tindakan kita memiliki konsekuensi yang sesuai, baik dalam kehidupan ini maupun kehidupan setelahnya. Dalam agama Hindu dan Buddha, hukum karma adalah prinsip fundamental yang mengatur reinkarnasi dan nasib individu berdasarkan tindakan moral mereka.
Dalam Islam, meskipun konsep karma tidak secara eksplisit diakui, prinsip yang mirip dapat ditemui dalam ajaran tentang balasan atau ganjaran atas perbuatan manusia. Allah SWT mengajarkan bahwa Dia Maha Adil dan segala tindakan manusia akan dihitung pada hari kiamat. Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an menyatakan bahwa setiap perbuatan baik atau buruk akan memiliki konsekuensi yang tepat:
“Barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasannya).” (Q.S. Az-Zalzalah: 7-8)
Dalam cahaya iman, hukum karma bisa dilihat sebagai refleksi dari konsep ganjaran ilahi yang diungkapkan dalam agama-agama samawi, termasuk Islam. Ini menegaskan bahwa tindakan kita memiliki implikasi moral yang jelas dan bahwa kita bertanggung jawab atas perbuatan kita di hadapan Sang Pencipta.
Jadi, meskipun istilah “karma” sendiri mungkin khas bagi ajaran Hindu dan Buddha, prinsip dasar bahwa perbuatan kita membawa konsekuensi moral yang tepat juga dapat diaplikasikan dalam pemahaman iman dan penghayatan agama-abrahamic seperti Islam.