Munira News
  • News
    • Fusilat News
  • Politic
  • Opinion
  • Cross Cultural
  • Education
  • Fashion
  • Health
  • Destination
  • Global
  • Sponsor
No Result
View All Result
Munira News
  • News
    • Fusilat News
  • Politic
  • Opinion
  • Cross Cultural
  • Education
  • Fashion
  • Health
  • Destination
  • Global
  • Sponsor
No Result
View All Result
Munira News
No Result
View All Result
ADVERTISEMENT
Home Fiksi

Iri Kepada Nabi

munira by munira
April 6, 2025
in Fiksi, Opinion
0
Share on FacebookShare on Twitter

Ketika seseorang dideklarasikan sebagai nabi, sebuah garis demarkasi segera tercipta. Di satu sisi, ada yang percaya sepenuh hati, menunduk dengan takzim kepada setiap kata yang ia ucapkan. Di sisi lain, ada yang menolak, mencemooh, bahkan ingin menyingkirkannya dari muka bumi. Dan anehnya, sejarah mencatat bahwa semakin banyak penolakan dan cemoohan yang diterima seorang nabi, justru semakin besar pula gaung kenabiannya terdengar. Bukankah itu ironi? Penolakan dan hujatan ternyata bukan pelemah, tapi malah penguat dari sebuah risalah ilahi.

Di sinilah letak keunikan sosok nabi: ia bukan sekadar manusia terpilih, tapi manusia yang “dipaksa” untuk bertahan di tengah badai cemooh, karena ia membawa suara yang terlalu agung untuk dimengerti dengan logika duniawi. Maka tak jarang, orang justru merasa iri kepada nabi. Bukan iri pada deritanya, tapi pada legitimasi langit yang menyertainya. Iri karena ia bisa bicara tanpa takut salah, karena kata-katanya membawa bobot Tuhan, karena geraknya seolah selalu dalam bimbingan ilahi. Siapa yang tak tergoda untuk jadi “nabi” di tengah dunia yang serba gaduh ini? Siapa yang tak ingin ucapannya dipercaya penuh sebagai kebenaran mutlak?

Namun muncul satu pertanyaan mendasar yang tak bisa diabaikan: “Apakah Tuhan benar-benar perlu mengutus nabi dan rasul? Bukankah Tuhan Mahakuasa? Jika Ia mau, bukankah Ia bisa langsung mengubah hati manusia tanpa perlu perantara?”

Pertanyaan ini menggoda dan mendalam. Tapi justru dari pertanyaan ini kita bisa belajar tentang hakikat kemanusiaan dan hubungan spiritual kita dengan Sang Pencipta.

Tuhan, dalam kebesarannya, memang tak perlu apa pun. Ia tidak kekurangan daya atau strategi. Tapi manusia — makhluk yang rapuh dan penuh keraguan ini — butuh sesuatu yang lebih dari sekadar petunjuk abstrak. Manusia butuh teladan, sosok nyata yang bisa disentuh, dijumpai, dijadikan contoh. Nabi adalah bentuk konkret dari pesan langit yang dibumikan. Ia adalah “metafora hidup” dari kehendak Tuhan.

Tuhan mengutus nabi bukan karena Ia tak mampu bicara langsung, tapi karena manusia tak mampu mendengar langsung. Telinga kita terlalu penuh dengan ego, mata kita terlalu disilaukan dunia, dan hati kita terlalu bising dengan ambisi. Maka nabi datang sebagai cermin, bukan hanya untuk menunjukkan wajah kita, tapi juga arah cahaya.

Dan begitulah, jalan kenabian adalah jalan sunyi yang tak selalu penuh pujian. Kadang lebih banyak batu dari pada bunga. Tapi di situlah letak keistimewaannya. Mereka yang menolak nabi, seringkali bukan karena tak paham, tapi karena tak rela. Mereka tak sudi tunduk pada sesama manusia, walau yang satu itu membawa cahaya dari langit. Mereka iri bukan hanya pada kekhususan nabi, tapi juga pada fakta bahwa mereka bukanlah nabi.

Maka tak heran jika sejarah nabi-nabi selalu diiringi dengan rasa curiga, dengki, bahkan ancaman pembunuhan. Bukan hanya karena ajaran yang mereka bawa, tapi karena eksistensinya mengusik tatanan lama. Seorang nabi mengguncang kenyamanan, membongkar kemapanan, dan memaksa manusia melihat ke dalam dirinya sendiri — sesuatu yang tak semua orang sanggup lakukan.

Pada akhirnya, iri kepada nabi adalah refleksi dari ketidakmampuan kita menampung kebenaran yang menyakitkan: bahwa mungkin, kita hanya ingin menjadi benar tanpa perlu menjadi baik. Kita ingin didengar tanpa perlu memperbaiki diri. Kita ingin berkuasa, tapi tak mau diuji.

Dan mungkin, di situlah alasan mengapa nabi diutus — agar kita tak hanya tahu Tuhan itu ada, tapi juga belajar bagaimana cara menjadi manusia yang layak berada dalam cahaya-Nya.


 

Share this:

  • Facebook
  • X
ADVERTISEMENT
Previous Post

Albert Einstein: Imajinasi Lebih Penting daripada Pengetahuan

Next Post

Sungguh, Tuhan Tidak Memiliki Penilaian

munira

munira

Related Posts

Menapaki Tiga Tempat untuk Memahami Hidup

Menapaki Tiga Tempat untuk Memahami Hidup

by munira
October 13, 2025
0

Untuk benar-benar memahami apa itu hidup, kita harus mengunjungi tiga tempat: rumah sakit, penjara, dan pemakaman. Di rumah sakit, kita...

🌾 Berjalan Pergi Bukanlah Kelemahan — Itu Kebijaksanaan

by munira
October 13, 2025
0

Pagi itu, embun masih menggantung di ujung daun. Langit berwarna abu-abu muda, seolah ragu antara menurunkan hujan atau memberi cahaya....

Ketika Emosional Membajak Rasional

Ketika Emosional Membajak Rasional

by munira
October 1, 2025
0

Manusia hidup dalam jejaring kompleks antara pengalaman, pengamatan, dan interaksi sosial. Keyakinan, baik agama maupun ideologi, jarang lahir dalam ruang...

Apakah Manusia Hidup Karena Ruh?

Apakah Manusia Hidup Karena Ruh?

by munira
September 30, 2025
0

Pertanyaan tentang asal-usul kehidupan manusia sering dijawab secara sederhana: “Manusia hidup karena ada ruh.” Jawaban ini seolah-olah final, padahal sesungguhnya...

Next Post
Sungguh, Tuhan Tidak Memiliki Penilaian

Sungguh, Tuhan Tidak Memiliki Penilaian

Ie wa Kokoro no Furusato dan Baiti Jannati: Rumah dalam Dua Bahasa Cinta

Ie wa Kokoro no Furusato dan Baiti Jannati: Rumah dalam Dua Bahasa Cinta

Trending News

JOKOWI DAPAT DIHUKUM MATI

JOKOWI DAPAT DIHUKUM MATI

August 24, 2024
Analisis Kemungkinan yang Terjadi pada Prabowo Subianto, Presiden Terpilih, dalam Konteks Hubungan dengan Jokowi

Analisis Kemungkinan yang Terjadi pada Prabowo Subianto, Presiden Terpilih, dalam Konteks Hubungan dengan Jokowi

July 6, 2024
Usia 70 Tahun Bukan Lanjut Usia – “Orang yang Beruntung”

Usia 70 Tahun Bukan Lanjut Usia – “Orang yang Beruntung”

June 30, 2024

Munira News

Munira
Cakrawala Dunia

Menu

  • About Us
  • ad
  • Home

Categories

  • Arts
  • Business
  • Crime
  • Cross Cultural
  • Destination
  • Education
  • Ekonomi
  • Environment
  • Fashion
  • Figure
  • Fiksi
  • Global
  • Health
  • Japan
  • Justice
  • News
  • Opinion
  • Politic
  • Science
  • Sponsor
  • Spritual
  • Technology
  • Uncategorized

Tags

Flap Barrier Swing Barrier

Recent Posts

  • Menapaki Tiga Tempat untuk Memahami Hidup
  • 🌾 Berjalan Pergi Bukanlah Kelemahan — Itu Kebijaksanaan
  • News
  • Politic
  • Opinion
  • Cross Cultural
  • Education
  • Fashion
  • Health
  • Destination
  • Global
  • Sponsor

© 2023 Munira

No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Cross Cultural
  • Opinion
  • Politic
  • Global
  • Sponsor
  • Education
  • Fashion

© 2023 Munira