By; Ali Syarief
“Cara yang dipakai untuk memenangkan pemilu saja sangat buruk, sudah dapat dipastikan kekuaasan-pun akan dijalankan dengan cara buruk pula”.
Premis tersebut mengandung implikasi bahwa cara yang digunakan untuk memenangkan pemilu dapat mencerminkan atau mempengaruhi kualitas pelaksanaan kekuasaan setelahnya. Jika suatu pihak menggunakan taktik atau praktik yang tidak etis atau meragukan dalam proses pemilu, hal itu bisa menimbulkan keraguan terhadap integritas mereka dalam menjalankan kekuasaan setelahnya.
Dalam konteks ini, pendapat tersebut menyatakan bahwa jika seseorang atau kelompok menggunakan cara yang buruk untuk memenangkan pemilu, maka kemungkinan besar mereka juga akan menggunakan cara yang buruk dalam menjalankan kekuasaan setelah terpilih.
Pernyataan yang disampaikan oleh banyak akademisi menyiratkan bahwa posisi instrumen hukum yang berada di bawah kekuasaan presiden dapat menyebabkan aparat penegak hukum cenderung dikooptasi atau dimanipulasi untuk mengikuti keinginan atau kepentingan pemegang kekuasaan.
Dalam konteks ini, dikatakan bahwa lembaga-lembaga seperti kejaksaan, kepolisian, dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) rentan terhadap pengaruh atau intervensi yang mungkin mempengaruhi independensi dan integritas mereka dalam menegakkan hukum. Hal ini mencerminkan kekhawatiran akan potensi penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan politik atau pribadi, yang dapat mengancam keadilan dan keberhasilan penegakan hukum di sebuah negara.
Kita menyoroti kekhawatiran terkait independensi dan integritas penegakan hukum, khususnya dalam kasus dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), di mana presiden atau pejabat tinggi pemerintahan terlibat sebagai terduga pelanggar. Dalam situasi seperti itu, ada potensi konflik kepentingan yang dapat menghambat atau bahkan menghalangi proses penyelidikan dan penegakan hukum yang objektif dan adil.
Selain itu, juga menekankan perbedaan pandangan antara elite politik dan masyarakat sipil terkait demokrasi dan penegakan hukum. Bagi elite politik, pertarungan politik seringkali terfokus pada kepentingan elektoral dan kekuasaan, sementara bagi masyarakat sipil, keadilan dan demokrasi yang berfungsi adalah hal yang lebih penting.
Kita menyoroti perlunya oposisi yang kuat untuk menjaga keseimbangan kekuasaan dan memastikan akuntabilitas pemerintahan. Namun juga menunjukkan bahwa bergantung sepenuhnya pada oposisi elite politik dan partai-partai parlemen mungkin tidak cukup, dan masyarakat sipil juga harus aktif dalam mengawasi dan menuntut akuntabilitas dari pemerintahan.