Oleh Prihandoyo Kuswanto-Ketua Pusat Study Kajian Rumah Pancasila.
Pertarungan pilpres masih terus berlangsung di Makamah Konstitusi MK.
Bahkan pihak 01 dan 03 kalau kalah di MK masih ngotot untuk menggerakkan rakyat demo di depan MK .
Demokrasi yang mereka usung bukan sekedar demokrasi biasa sudah masuk pada post truth demokrasi.Kebohongan yang mereka persiapkan terstruktur sistemik dan masif adalah Branding Pemilu Curang TSM .dan ini dibranding jauh sebelum pencoblosan bahkan perlu dibuat Filem Dirty Vote dan melibatkan guru besar dan civitas Akademika. Untuk membuat petisi petisi yang sulit dicerna sebab isu yang mereka lontarkan adalah dengan diksi pelanggaran etik.
Apa pelanggaran etik itu ya hanya mereka yang melontarkan isu itu yang mengerti dan jutaan rakyat tidak mengerti apa maksud nya dan jutaan rakyat itu tidak boleh tahu apa itu pelanggaran etik sebab itu konsumsi Para Guru besar dan para cerdik pandai tafsir nya ya mereka monopoli.
Bahkan didalam proses persidangan di MK masih menggerakkan 300 guru besar untuk
Amicus Curiae untuk mempengaruhi opini persidangan . Fenomena kebohongan yang dilakukan terus menerus akan menjadi pembenaran hal tersebut dinamakan post-truth dan istilah tersebut pertama kali dipopulerkan oleh Steve Tesich melalui esainya pada harian The Nation tahun 1992.
Frasa post-truth awalnya dikenal di ranah politik saat kontes politik memperbutkan kursi parlemen dan/atau tujuan politik lain sehingga istilah ini disebut post-truth politics.
Era post-truth dapat disebut sebagai pergerseran sosial spesifik yang melibatkan media arus utama dan para pembuat opini dan buzer -buzer.
Pada akhirnya harus menerima kenyataan bahwa semakin tipis pembatas antara kebenaran dan kebohongan, kejujuran dan penipuan, fiksi dan nonfiksi. Secara sederhana, post-truth dapat diartikan bahwa masyarakat lebih mencari pembenaran daripada kebenaran. Cara menanggulangi post-truth dapat dilakukan melalui literasi digital ke masyarakat luas.
Praktek politik di Indonesia dengan pilpres ,pileg langsung sudah mempraktekan post truth sehingga muncul nya buzer buzer untuk membangun opini yang terus di gencarkan melalui media sosial membuat rakyat tidak bisa lagi melihat kebenaran .
Demokrasi itu sebetul nya hanya alat bukan tujuan. Apakah demokrasi itu untuk rakyat atau rakyat untuk demokrasi ?
Mengganti UUD 1945 dengan UUD 2002 itu sama arti nya mengganti yang baik dengan yang buruk.
Dengan dasar negara Pancasila dan bangsa Indonesia mempunyai bermacam- macam suku, adat istiadat,berbagai macam Agama ,berbagai golongan maka the Founding Fathers adalah manusia terpilih yang mempunyai pemikiran melampaui jaman nya .
Tidak memilih sistem Individu, Liberal Kapitalis dengan sistem perlementer maupun Presidenseil ,tetapi menciptakan sendiri sistem MPR dengan Permusyawaratan perwakilan adalah demokrasi konsensus atau Demokrasi Pancasila yang bisa dikatakan demokrasi bermartabat dengan derajat yang tinggi.
Menariknya, pemikiran founding fathers kita di tahun 1945 mengenai model Demokrasi Pancasila itu hampir identik dengan pemikiran demokrasi deliberatif yang dikemukakan oleh filsuf Jerman Jurgen Habermas (1982), hampir empat dasawarsa kemudian. Bagi Habermas, demokrasi deliberatif merupakan konsep demokrasi yang dilandasi oleh mekanisme musyawarah yang mendalam, tidak didasarkan pada demokrasi voting mayoritas, tetapi menekankan pada demokrasi yang mengarah pada ketaatan bersama.
Konsep demokrasi ini memberikan konsensus untuk mengurangi gesekan kelompok minoritas yang tidak menerima keputusan demokratis.
Arend Lijphart (1999) dalam bukunya Patternd of Democracy menjelaskan untuk mendapatkan mayoritas dukungan rakyat ada demokrasi mayoritas jika di negara itu hanya ada dua partai sedang di negara yang banyak partai maka dibutuhkan demokrasi konsensus.
Demokrasi konsensus lah sebenar nya yang lebih sesuai di Indonesia seperti yang sudah digagas oleh pendiri negeri ini dengan keanggotaan MPR bukan hanya dari unsur partai politik tetapi ada utusan utusan golongan dan utusan daerah .Dengan model demokrasi konsensus maka keterlibatan partisipasi masyarakat melalui perwakilan nya bisa terwujud maka konsep negara semua untuk semua dengan tujuan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia akan terwujud ,dan kebhinekaan bangsa ini akan terwakili .
Sistem kekeluargaan ini dianggap oleh The Founding Fathers sangat sesuai dengan nilai nilai budaya bangsa Indonesia . Ironisnya, kita buang sistem yang baik ini , dan diganti dengan demokrasi banyak -banyakan suara ,kalah menang pertarungan yang lebih buruk dari demokrasi konsensus.
Demokrasi terpimpin menurut istilah UUD 1945 ialah “Kerakyatan Yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.”
Demokrasi terpimpin bukanlah diktatur ,beda dengan sentralisme,dan sangat berbeda dengan demokrasi liberal yang dijalankan model pilkada ,pilpres,pilsung saat ini.
Demokrasi terpimpin adalah demokrasi yang cocok dengan kepribadian dan dasar hidup bangsa Indonesia sejak dulu kala .
Demokrasi terpimpin adalah demokrasi disegala soal kenegaraan dan kehidupan kemasyarakatan ,yang meliputi bidang-bidang politik, Ekonomi, Sosial, Demokrasi yang dipimpin oleh hikma kebijaksanaan.
Tetapi demokrasi semu sekarang ini dijalankan , malah jadi juru pawang menangkal masuknya sumberdaya manusia terbaik bangsa ke dalam tatanan politik. Bukannya menyaring dan merekrut orang-orang terbaik bangsa masuk ke dalam tatanan politik.
Dengan begitu hanya pemimpin yang diinginkan oleh kepentingan oligarkhy saja Yanga boleh ikut .
Dengan begitu, demokrasi nyata dalam prakteknya belum terlaksana sebab rakyat hanya sebagai kuda tunggangan yang suara nya hanya dibeli dengan sembako atau uang limapuluh ribu .
Apakah kebodohan ini akan terus kita lanjutkan ?
Kesadaran kita berbangsa dan bernegara harus berani merobah tatanan yang salah ini kembali pada demokrasi musyawarah mufakat selamatkan Indonesia dari oligarkhya.
Kembali ke UUD 1945 dan Pancasila untuk menyelamatkan masadepan anak cucu kita.