Damai Hari Lubis-Ketua KORLABI/ Koordinator Pelaporan Bela Islam
MUI, atau Majelis Ulama Indonesia, memiliki posisi yang sangat penting dalam ranah agama Islam di Indonesia. Sebagai otoritas agama Islam tertinggi di negara ini, MUI memiliki wewenang untuk mengeluarkan fatwa dan memberikan pedoman tentang berbagai aspek kehidupan yang berkaitan dengan Islam.
Salah satu fungsi utama MUI adalah memberikan arahan dalam masalah keuangan Islam, seperti fatwa terkait transaksi keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah. Selain itu, MUI juga bertanggung jawab dalam memberikan sertifikasi halal, yang memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa produk atau layanan yang mereka gunakan sesuai dengan hukum Islam. Pendidikan agama juga menjadi fokus MUI, yang memberikan panduan tentang kurikulum dan metode pengajaran yang sesuai dengan ajaran Islam.
Keputusan dan fatwa yang dikeluarkan oleh MUI memiliki bobot yang sangat besar di kalangan umat Islam di Indonesia. Hal ini karena anggotanya terdiri dari para ulama dan cendekiawan Islam yang memiliki pengetahuan mendalam dalam bidang teologi, hukum nasional, dan yurisprudensi Islam. Kredibilitas dan otoritas MUI membuat keputusannya dihormati dan dijadikan pedoman oleh banyak orang dalam menjalani kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam.
Secara keseluruhan, peran MUI sebagai otoritas dalam bidang keagamaan sangatlah signifikan, terutama di Indonesia yang merupakan negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Dengan demikian, pengaruhnya dalam menentukan arah kehidupan keagamaan di Indonesia menjadi sangat besar, menjadikannya sebagai lembaga yang sangat penting.
MUI berperan sebagai pengawal bagi umat Islam dalam menjalankan ajaran agama Islam. Selain itu, MUI juga memiliki peran penting dalam memberikan edukasi dan bimbingan bagi umat Islam dalam memahami ajaran agama serta menjaga keberlangsungan kehidupan beragama yang sesuai dengan ajaran Islam. Lebih dari itu, MUI juga berfungsi sebagai penjaring kader-kader terbaik yang mampu memberikan solusi bagi berbagai masalah keagamaan, baik di tingkat nasional maupun dalam konteks dunia Islam secara lebih luas.
Sejarah berdirinya MUI pada tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta dimulai dari pertemuan musyawarah antara para ulama, aktivis, dan cendekiawan Muslim dari seluruh Indonesia. Pertemuan ini mencerminkan kesadaran akan pentingnya memiliki lembaga yang dapat menjadi wadah bagi para pemimpin dan intelektual Muslim untuk bersama-sama mengatasi berbagai tantangan dan masalah yang dihadapi umat Islam pada waktu itu.
Dengan demikian, peran dan kiprah MUI tidak hanya terbatas pada wilayah Indonesia, tetapi juga memiliki dampak yang signifikan dalam konteks dunia Islam secara global. Hal ini mengingat bahwa umat Islam dan prinsip-prinsip hukum Islam merupakan bagian integral dari pandangan dunia internasional. Sebagai lembaga yang mewakili kepentingan umat Islam, MUI memiliki tanggung jawab untuk menjaga keutuhan dan kemajuan umat Islam dalam menghadapi berbagai dinamika dunia modern.
Visi yang diemban oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) mencerminkan tekad untuk menciptakan kondisi kehidupan yang baik dalam berbagai aspek, baik dalam kehidupan masyarakat, kebangsaan, maupun kenegaraan. Visi ini diwujudkan melalui penggalangan potensi dan partisipasi aktif umat Islam, dengan memanfaatkan serta mengaktualisasikan potensi yang dimiliki oleh para ulama, zuama, aghniya (orang-orang kaya), dan cendekiawan Muslim.
Tujuan akhir dari visi ini adalah untuk memperkuat dan memuliakan Islam serta umat Islam (izzu al-Islam Wa al-Muslimin) serta mewujudkan kesejahteraan umat manusia secara luas (rahmat li al-alamin). Dalam konteks ini, MUI berperan sebagai Dewan Pertimbangan Syariah Nasional yang bertugas untuk memberikan pandangan dan pertimbangan dalam rangka mewujudkan ajaran Islam yang penuh rahmat di tengah-tengah kehidupan manusia dan masyarakat Indonesia.
Sebagai lembaga otoritatif dalam bidang keagamaan, MUI memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga keutuhan dan kesejahteraan umat Islam, serta berkontribusi dalam pembangunan masyarakat dan negara secara keseluruhan. Dengan prinsip-prinsip Islam sebagai landasan, MUI berusaha untuk membawa manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat dan mengembangkan nilai-nilai keadilan, kesetaraan, dan kesejahteraan bagi semua.
Sedangkan misi yang diemban oleh Majelis Ulama Indonesia adalah :
Misi yang diemban oleh Majelis Ulama Indonesia adalah menggerakkan kepemimpinan dan kelembagaan Islam secara efektif. Tujuannya adalah agar mampu mengarahkan dan membina umat Islam dalam menanamkan serta memupuk aqidah Islamiyah. Selain itu, misi ini bertujuan untuk menjadikan ulama sebagai panutan dalam mengembangkan akhlak karimah. Hal ini diharapkan dapat mewujudkan masyarakat yang baik bagi seluruh ummat manusia atau khair al-ummah.
Dalam konteks eksistensi Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai lembaga organisasi para ulama di Indonesia, hal tersebut memberikan fondasi yang kuat bagi umat Muslim. Berdirinya MUI didasari oleh sejarah yang kaya, serta visi dan misi yang ditetapkan, yang mewakili tokoh ulama, aktivis, cendekiawan, dan pergerakan Islam di Indonesia. Tujuan utamanya adalah untuk memberikan bimbingan, pembinaan, dan perlindungan kepada umat Muslim di tanah air.
Visi dan misi MUI difokuskan pada penyelesaian berbagai permasalahan yang dihadapi umat Islam, termasuk masalah-masalah kontemporer. Namun, dalam konteks situasi politik nasional saat ini, terdapat tantangan serius yang dihadapi bangsa Indonesia. Proses pencarian figur presiden dari kalangan mayoritas Muslim mengalami hambatan yang signifikan, terutama akibat dugaan kecurangan dalam pemilu presiden 2024.
Kecurangan ini terlihat jelas oleh publik dan menimbulkan kekecewaan, terutama karena melibatkan tokoh-tokoh tinggi pemerintahan, seperti Presiden Jokowi, yang seharusnya netral dalam proses pemilihan. Perilaku yang mencurigakan ini melibatkan konspirasi dengan penyelenggara pemilu, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta peserta kontes yang merupakan pejabat publik.
Yang lebih menyedihkan, semua bentuk kecurangan ini dibiarkan terjadi oleh pemerintah, sehingga kecurangan tersebut dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Hal ini menunjukkan adanya pembiaran dari pihak yang seharusnya bertanggung jawab dalam menjaga keadilan dan demokrasi dalam proses pemilihan umum.
Dalam konteks ini, peran MUI diharapkan untuk turut serta dalam menghadapi tantangan ini. MUI memiliki kapasitas dan kewenangan untuk memberikan pandangan dan arahan kepada umat Muslim serta masyarakat luas tentang masalah kecurangan dalam pemilihan umum. Dengan menggandeng tokoh-tokoh ulama, aktivis, dan cendekiawan Islam, MUI dapat menjadi kekuatan moral yang memperjuangkan keadilan dan kebenaran dalam proses politik nasional.
Penting bagi MUI untuk tidak berdiam diri dalam menghadapi masalah ini. Sebagai otoritas agama Islam tertinggi di Indonesia, MUI memiliki tanggung jawab moral untuk bersuara dan bertindak dalam menghadapi pelanggaran-pelanggaran yang mengancam prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan. Dengan demikian, MUI dapat memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas politik dan moralitas bangsa Indonesia.
Dalam konteks peran MUI sebagai wadah para ulama, penting untuk diingat bahwa visi dan misi MUI menempatkannya sebagai panduan moral dan spiritual bagi umat Islam. MUI bertujuan untuk membimbing, membina, dan melindungi umat Muslim serta membantu mencari solusi atas berbagai permasalahan keumatan yang dihadapi umat.
Dalam situasi di mana pasangan calon presiden dan wakil presiden, seperti Prabowo – Gibran, diduga kuat telah terlibat dalam konspirasi kecurangan pemilu, MUI memiliki tanggung jawab untuk mengambil sikap. MUI tidak hanya memiliki hak, tetapi juga kewajiban untuk menggunakan kewenangannya dengan mengeluarkan fatwa yang melarang umat menerima kepemimpinan dari sosok yang bermasalah atau cacat moral. Ini sejalan dengan prinsip-prinsip moralitas Islam yang mendorong untuk menyuarakan kebenaran dan menolak segala bentuk kecurangan.
Jika MUI tidak bertindak dalam situasi seperti ini, hal itu dapat dianggap sebagai kelalaian terhadap tanggung jawab moralnya. MUI harus mengambil langkah-langkah tegas, seperti mengeluarkan himbauan atau keputusan yang menyerukan umat untuk menolak hasil pemilu yang curang dan mengajak umat untuk turun ke jalan dalam bentuk protes yang damai (Masiroh Kubro). Hal ini sesuai dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar, yang menuntut umat Islam untuk mempromosikan kebaikan dan menolak kejahatan.
Jika MUI tidak responsif terhadap situasi ini, maka misi MUI untuk menciptakan masyarakat yang baik bagi seluruh umat manusia akan terancam. Hal ini bisa mengindikasikan bahwa para ulama telah terpengaruh oleh retorika politik atau terjebak dalam urusan duniawi yang mengaburkan prinsip-prinsip moral dan spiritual. Oleh karena itu, penting bagi MUI untuk tetap teguh pada prinsip-prinsipnya dan memberikan panduan yang jelas bagi umat dalam menghadapi situasi yang sulit seperti ini.