Ketika Saya bilang ke temanmu bahwa seorang profesor dengan sejuta argumen ilmiahnya tidak ada artinya jika dilawan oleh seseorang yang tidak mempercayainya, kamu sebenarnya sedang menyentuh satu masalah besar dalam cara kita berpikir: keyakinan yang membabi buta.
Bayangkan, kita semua punya “peta keyakinan” di dalam kepala kita. Beberapa orang punya peta yang sangat rinci dengan jalan-jalan, gunung, dan sungai yang digambarkan dengan cermat berdasarkan pengalaman dan pengetahuan mereka. Tapi ada juga yang peta keyakinannya berupa gambaran sederhana—mungkin hanya sebuah garis lurus tanpa detail.
Ketika seseorang sudah punya keyakinan yang begitu kuat, dia tidak butuh peta rinci. Dia sudah merasa tahu arah mana yang harus dituju. Mau profesor, ilmuwan, atau bahkan Google Maps sekalipun menunjukkan arah yang berbeda, orang ini tidak akan bergeming. “Ini arah saya, dan saya yakin ini yang benar!” katanya.
Namun, di sinilah letak masalahnya: keyakinan yang tidak didasarkan pada pengetahuan atau ilmu, sebenarnya membunuh intelektualitas kita. Beriman atau yakin memang tidak butuh ilmu, tapi untuk membuktikan bahwa keyakinan itu salah, kita butuh ilmu yang tinggi. Bayangkan jika Galileo tidak punya ilmu untuk membuktikan bahwa Bumi mengelilingi Matahari. Kita mungkin masih percaya Bumi datar dan semua benda langit mengelilingi kita!
Keyakinan yang buta seperti ini ibarat menutup mata sambil berkata, “Saya yakin saya tidak akan menabrak apa pun.” Padahal, tanpa membuka mata dan melihat sekeliling, kita tidak tahu bahwa di depan ada tembok besar yang siap membuat kita benjol.
Lucunya, ketika seseorang sudah terlalu yakin, argumen apapun seolah hanya seperti percikan air di daun talas. Tidak menyerap, tidak masuk ke dalam pikiran. Padahal, kita perlu membuka diri untuk menerima bahwa bisa saja keyakinan kita salah.
Jadi, mari kita ambil hikmah dari hal ini: keyakinan itu penting, tapi tidak boleh membutakan. Teruslah mencari ilmu dan mempertanyakan keyakinan kita. Karena hanya dengan membuka diri dan terus belajar, kita bisa menghindari tembok besar di depan dan mungkin, menemukan jalan baru yang lebih baik.
Dengan cara ini, kita tidak hanya menjadi lebih cerdas, tapi juga lebih bijaksana dalam perjalanan hidup kita. Dan siapa tahu, mungkin di perjalanan itu, kita menemukan bahwa keyakinan yang kita pegang erat selama ini, perlu diperbaiki atau bahkan diganti. Selamat berpikir kritis dan tetap ceria!