Oleh : DR. Ateng Kusnandar Adisaputra
Penulis adalah Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, dan Dosen Luar Biasa di Universitas Al-Ghifari Bandung.
PADA 10 Oktober 2022, penulis kembali mengunjungi Pondok Pesantren Al-Itifaq yang berlokasi di Kampung Ciburial, Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung. Kunjungan ini untuk membimbing mahasiswa semester V Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI), Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, studi lapangan terkait kegiatan agri bisnis yang dilaksanakan oleh Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) Al-Itifaq.
Sejak kepemimpinan K. H. Fuad Afandi, Kopontren Al-Itifaq telah berkembang menjadi pesantren agri bisnis dan agri preneur kategori “termaju” di Indonesia, dan berkontribusi dalam pengembangan masyarakat di sekitar pesantren menjadi masyarakat maju, sejahtera, produktif, dan relijius. Melalui Kopontren Al-Itifaq, telah menjadi offtaker (penjamin pembelian atau penyalur) hasil panen sayuran dan buah-buahan, telah menyuplai sayuran dan buah-buahan ke berbagai supermarket di Jawa Barat, Jakarta, serta Tangerang. Kopontren Al-Itifaq telah memiliki Alifmart store, Alifmart.online, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan sayuran dan buah segar. Kopontren Al-Itifaq telah mendapat penghargaan dari 6 Presiden RI, dari Kementerian dan lembaga, telah menjalin kerjasama dengan 72 pesantren di Indonesia.
Keberhasilan Kopontren Al-Itifaq sebagai pesantren agri bisnis dan agri preneur kategori “termaju” di Indonesia, tidak terlepas dari filosofi 3 “ur” yang telah diimplementasikan oleh K. H. Fuad Afandi, yaitu : pertama, “Jangan ada sejengkal tanah yang tidur”, kedua, “Jangan ada sedetik waktu yang nganggur”, ketiga, “Jangan ada sehelai sampah yang mawur”. Filosofi 3 “ur” ini sangat bermakna dan telah mendorong santri, masyarakat di sekitar Kopontren Al-Itifaq untuk mengamalkannya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, filosofi adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakekat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya. Untuk itu, mari kita bahas filosofi 3 “ur” ini.
Jangan ada sejengkal tanah yang tidur
Filosofi “Jangan ada sejengkal tanah yang tidur”, ini memiliki makna dan memberi motivasi bagi kita untuk memanfaatkan tanah tidur untuk ditanami dengan berbagai jenis tanaman. Berdasarkan data, Indonesia masih memiliki 33,4 juta hektar lahan tidur yang belum dimanfaatkan. (https://nasional.tempo.co). Lahan seluas 33,4 juta hektar tersebut, bisa digunakan untuk lahar pertanian, karena negara kita adalah negara agraris. Lahan tidur seluas 33,4 juta hektar ini bisa dikerjasamakan untuk bisa memberi manfaat bagi kesejahteraan masyarakat.
Antisipasi terjadinya krisis pangan global, sudah seharusnya dan selayaknya semua pihak turut andil dan berperan aktif dalam memanfaatkan lahan-lahan tidur untuk ditanami dengan tanaman produktif. Tanah Indonesia merupakan tanah yang subur, apapun jenis tanaman bila ditanam akan tumbuh, berkembang, memberi manfaat bagi perekonomian masyarakat.
Jangan ada sedetik waktu yang nganggur
Filosofi “Jangan ada sedetik waktu yang nganggur”, memberi makna bahwa waktu yang kita miliki mulai dari detik, menit, jam, hari, bulan, dan tahun, harus dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kegiatan yang positif dan bermanfaat, baik bagi diri pribadi, maupun bermanfaat bagi orang lain. Allah SWT telah mengingatkan manusia untuk selalu menghitung dan mempertimbangkan waktu, yakni ada 4 waktu yang menjadi penanda sekaligus penegasan tentang pentingnya waktu. Empat waktu ini adalah : Wal-Fajr (QS. Al-Fajr (89), Wad-Dhuha (QS. Ad-Dhuha (93), Wal-‘Asri (QS. Al-Asr (103), Wal-Lain Idza Yaghsyaa (QS. Al-Lail (92).
Dari waktu fajar, kita awali dengan sholat shubuh berjamaah di masjid dan tadarus Al-Qur’an, dan merencanakan apa yang akan dilakukan. Waktu dhuha, diawali dengan sholat sunat dhuha, dilanjutkan dengan aktivitas bekerja diiringi penuh keihklasan untuk mencari keridhoan Allah SWT. Waktu ashr, Allah kembali menegaskan seluruh manusia merugi karena menyia-nyiakan waktu fajr. Waktu malam hari dimanfaatkan untuk berdo’a, beristirahat, dan tahajud,
Jangan ada sehelai sampah yang mawur
Filosofi “Jangan ada sehelai sampah yang mawur”, memberi isyarat kepada manusia bahwa untuk selalu hidup bersih dan menjaga kesehatan diri dan lingkungan. Kebersihan masih menjadi masalah yang perlu kita perhatikan, kondisi di lingkungan masyarakat masih terjadi buang sampah sembarangan, sampah numpuk dimana-mana, sehingga saluran air tersumbat, dan mengakibatkan banjir, akhirnya masyarakat sendiri yang rugi.
Agama Islam adalah agama yang cinta pada kebersihan. Rasulullah SAW sangat menganjurkan kepada umatnya untuk senantiasa menjaga kesehatan dan kebersihan. Saat Covid-19 melanda, masyarakat harus selalu melaksanakan 3 M : memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan pakai sabun, dengan maksud supaya tetap bersih dan sehat. Agama Islam sangat mementingkan kebersihan diri dan lingkungan, karena keduanya tidak bisa dilepaskan, saling mempengaruhi. Kebersihan lingkungan itu sendiri akan sangat berpengaruh terhadap keselamatan manusia yang ada di sekitarnya, menjaga kebersihan lingkungan sama pentingnya dengan menjaga kebersihan diri.
Mari kita implementasikan filosofi 3 ur ini untuk peningkatan perekonomian, kesehatan, dan kebersihan lingkungan masyarakat. (*).