Munira News
  • News
    • Fusilat News
  • Politic
  • Opinion
  • Cross Cultural
  • Education
  • Fashion
  • Health
  • Destination
  • Global
  • Sponsor
No Result
View All Result
Munira News
  • News
    • Fusilat News
  • Politic
  • Opinion
  • Cross Cultural
  • Education
  • Fashion
  • Health
  • Destination
  • Global
  • Sponsor
No Result
View All Result
Munira News
No Result
View All Result
ADVERTISEMENT
Home Justice

JOKOWI DAPAT DIHUKUM MATI

munira by munira
August 24, 2024
in Justice
0
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh : M Yamin Nasution | Pemerhati Hukum

JOKOWI, orang yang dahulu terlihat polos, santun, baik, dan merakyat menjadi harapan besar bagi rakyat untuk menjadi pemimpin seperti pohon besar nan rindang, dimana daunnya tempat berteduh rakyat dari panas dan hujan, batangnya tempat bersandar rakyat dari ketidakadilan, dan urat pohon menjadi tempat duduk bagi rakyat yang letih berjuang dari  beban kehidupan dan kemiskinan.

Harapan rakyat itu sirna, Jokowi lebih memilih memberikan pekerjaan pada pengangguran rakyat China yang sengaja didatangkan ke Indonesia untuk bekerja, dan seluruh kebijakan yang dilahirkan Jokowi terlihat lebih memihak pada RRC.

Jokowi tidak hanya ingkari janji-janji politik pada rakyat, bahkan dia tega mengusir rakyat dari pemukimannya demi investasi, selain itu banyaknya rakyat yang tewas seperti tragedi Kanjuhruan, Mutilasi dan pembunuhan lain di Papua, KM 50, semua ini keadilan yang tak di penuhinya. Privatisasi, Swastanisasi dan Korupsi besar-besaran terjadi di masa Jokowi, dan lagi-lagi dia ingkari janji pemberantasan korupsi.

Lebih-lebih saat memasuki akhir masa jabatannya, JOKOWI semakin memperlihatkan Syndrome Episodik Politik, kejiwaan yang tak bisa lepas dari pengalaman indah sebagai pemimpin politik tertinggi, sehingga dia melakukan banyak skandal untuk memperpanjang kekuasaanya, termasuk memuluskan jalan putranya maju dalam Pemilu 2024 melalui tangan iparnya Usman (Tercatat di Jurnal Hukum Konstitusi I-Connect 2023, Stefanus Hendrianto – Gregorian University).

Konsep Hukum Pidana Indonesia mengatur dua jenis kejahatan, yaitu: kejahatan khusus dan kejahatan umum. Kedua bentuk kejahatan ini secara umum diketahui diatur pada KUHP.

Paska Amandemen ke empat, berdasarkan kesepakatan politik, pengaturan kejahatan khusus dalam Hukum Pidana Indonesia terbagi atas dua hal :

  1. Kejahatan khusus seperti terorisme, pemberontakan (makar), korupsi, dll, semua ini di atur di KUHP dan prosesnya merujuk pada KUHAP
  2. Kejahatan Khusus tentang pembangkangan terhadap Konstitusi, atau secara universal disebut Kejahatan Konstitusi, hal ini khusus di atur bagi pejabat tertinggi negara yaitu Presiden, Pengaturannya terdapat pada Pasal 7A UUD-NRI 1945 dan Proses Hukum Acaranya pada DPR-RI, MPR-RI, dan MK;

Pasal 7A

Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Johann Gotlieb Fitche, 2018 (Das System der Rechtslehre) mengatakan : “Hukum praktis ada dua, a). memerintah tanpa syarat dalam kategori hukum moral, dan b). perintah dengan syarat, kategori hukum kondisional. Pengaturan kebebasan seorang presiden dalam menjalankan tugas hanya berada terdapat pada UU Konstitusi atau hukum moral yang disebutkan oleh Fitche, tuntutan kehati-hatian dalam bersikap, baik bicara, sikap dan kebijakan dengan landasan moralitas yang di tuntun oleh Agama dan Budaya berkaitan dengan kepantasan, nilai-nilai yang hikmah dan bijaksana.

Penghianatan terhadap Negara adalah pembangkangan terhadap konstitusi dan ini adalah kejahatan besar yang memungkinkan dilakukan oleh seorang presiden, perbuatan tercela yang di maksud berupa gagalnya seorang presiden melindungi rakyat seperti terjadi pembunuhan namun tidak di proses dengan benar secara hukum, atau mengusir rakyat seperti kejadian di Rempang.

Seperti yang termuat sebelumnya : https://fusilatnews.com/apa-bila-kapolri-tidak-netral-dalam-pemilu-selain-dilarang-hukum-adalah-bentuk-penghinaan-terhadap-delapan-puluh-persen-ummat-islam-dan-ini-bagian-dari-jihad-allahu-akbar/ Bahwa Putusan MK No.  90/PUU-XXI/2023 tentang penambahasan kalimat yang dilakukan oleh Ipar Jokowi, Usman tidak dapat dikatakan sah secara hukum, Han Kelsen dan pendahulunya David Hume, 2007 (Purity of Law), serta H.L.A Hart, 2012 (The Concept of Law) mengatakan : suatu putusan yang sah wajib tunduk dan taat pada aturan hukum, sedangkan Louis Michael Seidman, 2013 (On Constitutional Disobedience) mengatakan: suatu putusan yang tidak sah hanya disebut sebagai putusan yang legal, di putus oleh lembaga negara yang sah sebagai pembenaran.

Kejahatan yang dimaksud adalah penghianatan terhadap kesepakatan seluruh rakyat yang dijadikan dasar kesepakatan dalam bernegara, kejahatan terhadap konstitusi dapat menyebabkan bubarnya suatu negara, atau terjadinya kerusuhan yang menyebabkan korban atas reaksi dari kelompok masyarakat yang tidak terima, dalam konsep hukum pidana disebut delik formil. Pembakangan, penghianatan konstitusi adalah kejahatan besar bernegara, dan tercela adalah gagal dalam melindungi rakyat atau melakukan kesewenang-wenangan kekuasaan (pembiaran).

Perhatikan frasa tindak “pidana korupsi”, penyelidikan dan penyidikan bagi seorang presiden mustahil dapat dilakukan karena kekuasaanya membawahi seluruh penegak hukum, dan seandainya proses ini dapat dilakukan, lalu di proses sesuai bunyi pasal dan presiden di makzulkan, tidak masuk akal seorang presiden hanya berhenti, tanpa proses pengaturan pidana berikutnya. Artinya, yang memungkinkan hanya dua kejahatan yaitu ; pembangkangan terhadap konstitusi, dan perbuatan tercela yang memungkinkan seorang presiden untuk di pidana.

Sebagian mengatakan : “Putusan MK tersebut tidak dikeluarkan oleh presiden, melaikan Iparnya”, pandangan ini benar, namun perlu di fahami bahwa, positivisme hukum tidak dapat di negasikan tentang kriminologi, Gerardus Peter Hoefnegels, 2013 (The Other Side of Criminolgy: An Inversion of the Concept of Crime) mengatakan: bahwa hukum pidana mencari pelaku utama selain pelaku itu sendiri yang berkaitan dengan kekuasaan. Hanya pemegang kekuasaan yang paling potensi menjadi pelaku utama kejahatan, dalam hal ini merujuk pada pernyataan Faizal Assegaf (Metro TV, Kompas TV), bahwa orang-orang yang meresahkan rakyat hanya lima: Jokowi, Istri, dua anaknya dan Usman. Maka Konsep Pidana Indonesia yang melandasakan beberapa kasus pidana pada UUD sejalan dengan Belanda dan Swedia. Dan Jokowi dapat di Makzulkan dan dapat di Hukum Mati.

Share this:

  • Facebook
  • X
ADVERTISEMENT
Previous Post

Perusahaan Spesialist Gate : Flap Barrier, Sswing Barrier, Barrier Gate dan Automatic Gate

Next Post

DEBAT : “Kebodohan Menetes”

munira

munira

Related Posts

Ketika Ketakutan Menjadi Cermin Kekuasaan: Dari Jokowi, Suharto, hingga Nixon

by munira
April 23, 2025
0

Joko Widodo bukan satu-satunya pemimpin yang merasa terhantui oleh bayang-bayang kekuasaan yang dibangunnya sendiri. Dalam sejarah, banyak pemimpin yang di...

Paman Usman: Sang Penjaga yang Melukai Konstitusi

Paman Usman: Sang Penjaga yang Melukai Konstitusi

by munira
December 5, 2024
0

Di podium tinggi penuh wibawa, Paman Usman berdiri dengan suara menggema, Ia, sang penjaga kitab suci negeri, Tapi kini, sejarah...

Putusan Bebas Anak Anggota DPR dalam Kasus Pembunuhan, Kuasa Hukum Korban Akan Lapor ke MA dan KY

Putusan Bebas Anak Anggota DPR dalam Kasus Pembunuhan, Kuasa Hukum Korban Akan Lapor ke MA dan KY

by munira
July 25, 2024
0

  Jakarta, Muniranews.-- Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan untuk membebaskan anak seorang anggota DPR dalam kasus pembunuhan yang menimbulkan kontroversi...

Pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun Bebas dari Hukuman Penjara “Bebas Murni”

Pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun Bebas dari Hukuman Penjara “Bebas Murni”

by munira
July 18, 2024
0

Jakarta, Muniranews. - Pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun, Panji Gumilang, menghirup udara bebas setelah dinyatakan tidak bersalah dalam kasus yang...

Next Post
DEBAT : “Kebodohan Menetes”

DEBAT : “Kebodohan Menetes”

PRESIDEN JAWA BAWA SENGSARA

PRESIDEN JAWA BAWA SENGSARA

Please login to join discussion

Trending News

JOKOWI DAPAT DIHUKUM MATI

JOKOWI DAPAT DIHUKUM MATI

August 24, 2024
Analisis Kemungkinan yang Terjadi pada Prabowo Subianto, Presiden Terpilih, dalam Konteks Hubungan dengan Jokowi

Analisis Kemungkinan yang Terjadi pada Prabowo Subianto, Presiden Terpilih, dalam Konteks Hubungan dengan Jokowi

July 6, 2024
Usia 70 Tahun Bukan Lanjut Usia – “Orang yang Beruntung”

Usia 70 Tahun Bukan Lanjut Usia – “Orang yang Beruntung”

June 30, 2024

Munira News

Munira
Cakrawala Dunia

Menu

  • About Us
  • ad
  • Home

Categories

  • Arts
  • Business
  • Crime
  • Cross Cultural
  • Destination
  • Education
  • Ekonomi
  • Environment
  • Fashion
  • Figure
  • Fiksi
  • Global
  • Health
  • Japan
  • Justice
  • News
  • Opinion
  • Politic
  • Science
  • Sponsor
  • Spritual
  • Technology
  • Uncategorized

Tags

Flap Barrier Swing Barrier

Recent Posts

  • Menapaki Tiga Tempat untuk Memahami Hidup
  • 🌾 Berjalan Pergi Bukanlah Kelemahan — Itu Kebijaksanaan
  • News
  • Politic
  • Opinion
  • Cross Cultural
  • Education
  • Fashion
  • Health
  • Destination
  • Global
  • Sponsor

© 2023 Munira

No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Cross Cultural
  • Opinion
  • Politic
  • Global
  • Sponsor
  • Education
  • Fashion

© 2023 Munira