Dalam percaturan politik Indonesia, khususnya pada periode Presiden Jokowi, telah terjadi serangkaian peristiwa kontroversial yang mengguncang fondasi demokrasi. Pertama, Presiden Jokowi berupaya ingin menunda pemilu 2024 dengan alasan COVID-19, sebagai upaya ingin memperpanjang masa jabatannya. Ini nyata-nyata sebagai sebuah pelanggaran yang telanjang terhadap konstitusi. Mencoreng prinsip-prinsip demokrasi.
Kedua, sebagai seorang presiden, Jokowi sejatinya menjaga netralitasnya. Tetapi sedari awak, niatnya sudah terbaca; terbukti mempromosikan kandidat lain, seperti Prabowo dan Ganjar. Ini mengundang pertanyaan akan integritasnya sebagai pemimpin negara.
Selanjutnya, kasus pencalonan anaknya sendiri, Gibran Rakabuming Raka. Ia masih berusia 36 tahun, bias lolos menjadi sebagai calon wakil presiden.
Ia menggunakan saurah MK, melalui sang paman Anwar usman, telanjang gelinjang terlihat memanipulasi hokum. Menimbulkan kegaduhan pro-kontra telah menyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi (Demi Anaknya).
Tidak hanya itu, Jokowi telah memobilisasi sumber daya negara, mulai dari aparat pemerintah hingga dana bantuan sosial, untuk mendukung pasangan calon yang didukung oleh Jokowi, mengubah perangkat negara menjadi alat kampanye politik yang nyata-nyata tekah merugikan dan mengebiri proses demokrasi.
Terakhir, terungkap bahwa proses pemilu dan pilpres manipulasi input data melalui KPU. Hanya menguntungkan pasangan calon nomor dua, dan mendapat dukungan kuat dari regime saat ini.
Semua ini menunjukkan bahwa politik Indonesia tercemar oleh tindakan yang tidak bermoral dan tidak demokratis, yang mengancam prinsip keadilan dan integritas dalam sistem politik negara ini.
Protes keras, marak dimana-mana. Mahasiswa serempak akan menyelanggarakan demo massal. Kaum buruh, segera demo menolak hasil Pilpres. Berbagai kalangan akademi dari universitas-universitas terkemuka di Indonesia, telah menyampaikan petisinya – meminta Presiden menghentikan gerakan politiknyan yang tidak netral.
Sementara lebih dari 200 jenderal purnawirawan, pun telah menyampaikan tuntutannya, hingga meminta mendiskualifikasi Pasangan no 2 Prabowo~Gibran dan meminta Presiden Jokowi untuk mundur bahkan di impeached.
Pernyataan para tokoh mantan Panti TNI itu, jangan dinilai enteng-enteng saja. Sikap politik itu, akan menjadi bahab kajian di kalangan kaum militer aktif, bagaimana mendudukan lembaga TNI, pada misi dan posisi perjuangannya untuk melindungi segenap bangsa dan Negara. Bukan pada memproteksi regime yang sedang berkuasa.
Dengan demikian, seruan untuk menegakkan keadilan tidak boleh diabaikan. Tuntutan mundur Presiden Jokowi harus diikuti dengan langkah konkret, termasuk proses impeachment oleh aparat terkait. Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan integritas institusi harus menjadi prioritas utama, karena kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan dan masa depan demokrasi Indonesia bergantung pada langkah-langkah tegas yang diambil oleh pemimpin dan lembaga negara.