Jakarta, Muninews.— Pernyataan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) Jenderal Agus Subiyanto yang mendukung keterlibatan prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam bisnis pribadi menuai kritik tajam dari berbagai kalangan. Menurut pernyataan tersebut, prajurit TNI diizinkan untuk berbisnis selama tidak mengganggu tugas utama mereka.
Para pengkritik mengungkapkan kekhawatiran bahwa keterlibatan prajurit dalam dunia usaha dapat menimbulkan sejumlah masalah serius, termasuk potensi konflik kepentingan dan penurunan disiplin. Mereka berpendapat bahwa ketika prajurit fokus pada kegiatan bisnis, hal ini bisa mengalihkan perhatian mereka dari tanggung jawab utama dalam menjaga keamanan dan kedaulatan negara.
“Pernyataan ini berpotensi menciptakan konflik kepentingan,” ujar seorang analis pertahanan, Dr. Rizal M. Siahaan. “Prajurit TNI harus selalu menjaga integritas dan disiplin. Jika mereka terlibat dalam bisnis, akan sulit untuk memastikan bahwa fokus dan komitmen mereka tetap pada tugas militer mereka.”
Kekhawatiran lainnya berkisar pada dampak terhadap reputasi dan kepercayaan publik terhadap institusi militer. Pengamat militer menilai bahwa izin berbisnis bagi prajurit dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap TNI, dengan asumsi bahwa status dan kekuasaan bisa disalahgunakan untuk keuntungan pribadi.
“Fokus utama TNI adalah keamanan negara,” kata seorang mantan pejabat militer, Jenderal (Purn) Andi Widodo. “Jika anggota TNI mulai terlibat dalam bisnis, ada risiko bahwa mereka akan mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan nasional. Ini bisa merugikan institusi militer secara keseluruhan.”
Di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, keterlibatan anggota militer dalam bisnis diizinkan dengan batasan dan pengawasan ketat. Namun, model ini dianggap tidak selalu cocok diterapkan di Indonesia, di mana perhatian terhadap etika dan integritas militer dianggap lebih penting.
Sementara itu, KASAD menekankan bahwa peraturan yang ada akan memastikan bahwa bisnis prajurit tidak mengganggu tugas mereka dan diatur dengan ketat. Namun, sejumlah pihak mendesak agar pemerintah dan institusi militer mempertimbangkan kembali kebijakan ini untuk memastikan bahwa kepentingan negara tetap menjadi prioritas utama.
Pemerintah dan TNI diharapkan dapat menjelaskan lebih lanjut bagaimana mereka akan mengatasi isu ini dan menjaga agar keputusan tersebut tidak mengurangi profesionalisme dan integritas prajurit.