Jakarta, Muniranews. — Ridwan Kamil dan Golkar memutuskan untuk mengambil langkah realistis dengan memfokuskan Ridwan Kamil maju di Jawa Barat daripada di Jakarta. Anies Baswedan terlalu kuat di Jakarta, sebagai incumbent yang memiliki basis pendukung fanatik dan solid sejak Pilgub 2017. Sementara itu, di Jawa Barat, Ridwan Kamil sebagai incumbent memiliki peluang yang lebih besar untuk meraih kemenangan daripada harus bersusah payah di Jakarta.
Bujuk rayu dari Jokowi, Gerindra, dan PAN kepada Ridwan Kamil untuk melawan Anies di Jakarta ternyata tidak berhasil. Dedi Mulyadi dan Bima Arya yang disiapkan Gerindra dan PAN untuk maju di Jawa Barat pun mengalami situasi sulit setelah Ridwan Kamil memutuskan untuk kembali bertarung di Jawa Barat.
Anies Baswedan terlalu tangguh untuk dilawan. Kelas Anies adalah kelas capres. Kesalahan strategi pada Pilpres Februari lalu membuat Anies kalah, meskipun peluang kemenangannya sebenarnya sangat besar. Sosok Anies cukup sempurna untuk dijual, sayangnya, tim suksesnya tidak diisi oleh orang-orang yang bermental pemenang. Anies dan para pendukungnya harus belajar dari kesalahan ini jika ingin tetap punya harapan ke depan.
Kalah di Pilpres, Anies kembali maju di Pilgub Jakarta. Turun kelas, ia belum menemukan lawan seimbang. Ridwan Kamil yang semula digadang-gadang menjadi lawan Anies akhirnya memutuskan untuk balik kanan. Popularitas, akseptabilitas, dan elektabilitas Anies di Jakarta terlalu kokoh untuk ditandingi.
Bukan hanya Ridwan Kamil yang memutuskan untuk mundur, tetapi juga Kaesang. Putra bungsu Jokowi ini pun tidak jadi maju di Jakarta. Jangan lihat Kaesang dan PSI-nya. Terlalu kecil untuk berharap bisa melawan Anies. Tapi, lihatlah sosok di balik Kaesang dan PSI. Dia adalah Jokowi, presiden terkuat pasca reformasi.
Pada Pilpres Februari lalu, Jokowi dengan mudah mengalahkan Ganjar yang didukung oleh Megawati, ketua umum partai pemenang tiga periode. Jokowi juga dengan mudah mengalahkan Anies yang didukung Jusuf Kalla dan Surya Paloh. Namun, di Jakarta, scope pertarungannya lebih kecil. Pada 2017, Anies berhasil mengalahkan Ahok yang didukung penuh oleh Jokowi dan Megawati.
Berbeda dengan Pilpres yang wilayahnya sangat luas hingga ke daerah terpencil, Pilgub lebih mudah dipantau dan dikontrol. Anies dengan tim sukses solid dari PKS dan partai pengusung lainnya, serta para pendukung militannya, akan dengan mudah menjangkau semua wilayah hingga ke setiap TPS. Di sini, kecurangan dan keculasan yang biasa dilakukan oleh penguasa akan menemukan kesulitan. Inilah pertimbangan yang mungkin membuat Ridwan Kamil dan Kaesang berhitung matang sebelum melawan Anies di Jakarta.
Hingga saat ini, Anies belum menemukan lawan tanding yang setara di Pilgub Jakarta. Kecuali jika Jokowi mau turun kelas dan nyagub di Jakarta untuk melawan Anies. Ini baru seimbang dan pasti sangat seru. Namun, apakah aturan membolehkan seorang presiden dua periode nyagub? Itu masih menjadi tanda tanya besar.
Sumber : Tony Rosyid – Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa