Oleh Ali Syarief
Dalam laporan berita baru-baru ini, Departemen Kepolisian Metropolitan Tokyo mengumumkan penangkapan seorang sersan polisi berusia 44 tahun karena mencuri pakaian dalam wanita dari beberapa tempat tinggal di Bangsal Edogawa Tokyo. Sersan polisi yang bersangkutan, Kensuke Tsunoda, yang ditugaskan di Kantor Polisi Ushigome, telah mengundurkan diri segera setelah penangkapannya.
Keputusan polisi untuk menskors Tsunoda selama tiga bulan sekaligus memperjelas seriusnya tuduhan pencurian yang dihadapinya. Tsunoda dituduh mencuri pakaian dalam dari lantai pertama sebuah rumah dan balkon lantai pertama dari dua apartemen di Daerah Edogawa antara tanggal 25 Februari dan 27 Februari. Dia juga tertangkap mencuri pakaian dalam yang sedang dikeringkan di balkon apartemen lantai pertama lainnya pada tanggal 29 Februari oleh penduduk setempat.
Setelah penangkapannya, petugas menemukan puluhan item pakaian dalam wanita di loker Tsunoda di kantor polisi. Tsunoda mengakui tuduhan tersebut dan mengatakan bahwa dia telah mencuri pakaian dalam wanita selama beberapa waktu karena hal itu membuatnya bergairah.
Reaksi dari Departemen Kepolisian Metropolitan Tokyo menegaskan bahwa perilaku Tsunoda tidak dapat ditoleransi dan mereka akan mengambil langkah-langkah untuk mencegah kejadian serupa terjadi di masa depan. Ini menyoroti komitmen mereka untuk menjaga kepercayaan publik dan menghormati hukum.
Kasus ini mencerminkan rendahnya tingkat kejahatan di Jepang, di mana tindak pidana bahkan dari petugas kepolisian dianggap sebagai berita nasional. Fenomena seperti ini menunjukkan tingkat keamanan yang tinggi dan sistem hukum yang efektif di negara tersebut, di mana tindakan kriminal bahkan dari pihak berwenang dapat menjadi sorotan utama.
Tingkat kejahatan yang rendah di Jepang telah menjadi subjek penelitian dan perdebatan yang luas di kalangan akademisi dan pengamat. Beberapa faktor telah diidentifikasi sebagai penyebab rendahnya tingkat kejahatan di negara ini.
Pertama, nilai-nilai sosial dan budaya yang kuat di Jepang telah berperan besar dalam memelihara tingkat keamanan yang tinggi. Budaya kesopanan, rasa malu, dan kepatuhan terhadap norma-norma sosial telah memberikan dasar yang kuat bagi masyarakat Jepang untuk menghindari perilaku kriminal. Konsep seperti “haji” atau rasa malu yang dialami jika melakukan sesuatu yang dianggap tidak pantas oleh masyarakat menjadi salah satu faktor yang mendorong kepatuhan terhadap hukum.
Kedua, sistem hukum yang ketat dan penegakan hukum yang efektif juga telah berperan penting dalam menjaga tingkat kejahatan tetap rendah. Kepolisian Jepang dikenal karena efisiensinya dalam menangani kasus-kasus kriminal dan memberikan respons yang cepat terhadap pelanggaran hukum. Selain itu, hukuman yang tegas dan penegakan hukum yang adil juga merupakan faktor penting dalam mencegah perilaku kriminal.
Ketiga, faktor ekonomi juga dapat berkontribusi terhadap rendahnya tingkat kejahatan di Jepang. Meskipun tidak mutlak, adanya tingkat pengangguran yang rendah dan standar hidup yang relatif tinggi telah membantu mengurangi insentif untuk terlibat dalam kegiatan kriminal. Selain itu, sistem pendidikan yang kuat dan akses yang luas terhadap pendidikan telah membantu mengurangi kesenjangan sosial dan memberikan kesempatan bagi individu untuk mencapai kesuksesan secara legal.
Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa rendahnya tingkat kejahatan di Jepang bukanlah tanpa tantangan. Masalah seperti kekerasan dalam rumah tangga, peredaran narkoba, dan kejahatan cyber terus menjadi perhatian bagi pemerintah dan masyarakat Jepang. Namun demikian, pendekatan yang komprehensif terhadap penegakan hukum, didukung oleh budaya dan nilai-nilai yang kuat, tetap menjadi landasan untuk menjaga tingkat keamanan yang tinggi di negara ini.